Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jasamarga

Pengendalian Tembakau Bisa Mengentaskan Kemiskinan

Kompas.com - 30/08/2016, 21:02 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Upaya pengendalian tembakau tak hanya berperan untuk meningkatkan kesehatan. Lebih luas lagi, pengendalian tembakau dapat mendukung 17 poin dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan 2015-2030. Salah satunya adalah pada poin pertama, yaitu masalah kemiskinan.

“Pengendalian tembakau dapat membantu pencapaian butir satu SDGs, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam bentuk apapun. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah dapat mengalokasikan uangnya untuk belanja kebutuhan primer yang lebih penting dibanding membeli rokok,” ujar Staf  Khusus Menteri Kesehatan RI bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs Diah S Saminarsih di Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Diah yang juga Pendiri Center for Indonesia Strategic Development Intiatives (CISDI) menjelaskan, banyak masyarakat kurang mampu yang menjadi konsumen rokok. Bahkan, rokok menjadi pengeluaran rumah tangga nomor dua setelah beras.

Dengan memperkuat upaya pengendalian tembakau, dapat mencegah anak-anak maupun remaja untuk memulai merokok. Masyarakat, termasuk kalangan menengah ke bawah pun seharusnya tak mendapat kemudahan akses terhadap rokok.

Dengan tidak merokok, mayarakat kurang mampu dapat menggunakan uangnya untuk membeli makanan yang lebih sehat ketimbang rokok. Selain itu, juga menurunkan pengeluaran untuk berobat karena sakit-sakitan akibat konsumsi rokok.

Direktur  Program CISDI, Anindita Sitepu menambahkan, World Health Organization (WHO) pun sebelumnya menyatakan konsumsi produk tembakau sebagai penghalang pencapaian Millennium Development Goals dan kini menghambat upaya SDGs. CISDI pun meluncurkan policy paper untuk memperkuat peta jalan pengendalian tembakau dan pengurangan perokok pemula.

Sementara itu, menurut Bambang Widianto selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Pengendalian Kemiskinan (TNP2K), banyaknya masyarakat menengah ke bawah yang konsumsi rokok karena kurang atau tidak mendapat edukasi. Untuk itu, menurut Bambang, edukasi mengenai bahaya merokok perlu digencarkan di semua kalangan sejak dini.

Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pria perokok tertinggi di dunia berdasarkan data The Tobacco Atlas 2015. Ironisnya, jumlah perokok mulai dari usia anak atau remaja juga mengalami peningkatan.

Data Global Youth Tobacco Survei (GYTS) tahun 2014 menunjukkan, prevalensi perokok usia 13-15 tahun di Indonesia mencapai 20,3 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pujian untuk Putra Prabowo, Gibran: Mas Didit Tokoh yang Bisa Diterima Semua Pihak
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau