Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengobatan Dini Melalui Proses Autofagi

Kebanyakan mengatakan prokol saya asal-asalan karena berbeda dengan panduan dari kemenkes. Beberapa mempertanyakan sumber lembaga profesi yang mengeluarkan protokol tersebut, bukti jurnal dari panduan protokol tersebut.

Anehnya, tidak pernah ada yang bertanya dasar teori protokol tersebut. Dunia kedokteran Indonesia memang tengah sakit. Para dokter melayani pasen hanya berdasarkan protokol tetap. Tidak berdasarkan keilmuan yang telah dipelajari semasa kuliah.

Makanya, sikap terhadap pasien juga terkesan kurang bertanggung jawab. Mau sembuh mau tidak, urusan nanti. Yang penting protokol tetap sudah dijalankan. Padahal para profesional tersebut terdidik secara teoritis. Paham hubungan dari setiap tindakan dengan kondisi yang dihadapi.

Tak heran jika timbul pertanyaan dari masyarakat awam, kebanyakan tidak bisa menjawab. Pokoknya masyarakat harus mengikuti karena ini sudah merupakan instruksi dari yang berwenang.

Tentu saja banyak kalangan masyarakat yang tidak puas. Banyak sekali di antara mereka yang curiga dengan setiap protokol yang harus dijalani. Apalagi sekarang zaman digital. Masyarakat sangat mudah untuk memperoleh informasi dari pihak lain.

Lucunya lagi, asal informasi itu berbeda dengan pihak berwenang masyarakat langsung percaya. Padahal informasi ini pun tidak didukung penjelasan teori yang memadai. Jika tidak, menggunakan teori sendiri yang berbeda dengan teori yang telah mapan.

Contohnya, saat disebut kayu bajakah bersifat anti kanker masyarakat langsung percaya. Padahal informasi tersebut hanya bersifat testimoni sepihak. Sedangkan penelitian yang bersifat teoritis tidak pernah dilakukan. Cuma menguntungkan pedagang kayu bajakah saja.

Sayangnya, itu juga melanda kalangan profesional kesehatan. Mereka dengan bangga menunjukkan data-data yang dirilis pabrik farmasi. Sayangnya, tidak berusaha untuk memahami secara teoritis data-data tersebut. Akhirnya  jadilah mereka sales farmasi tanpa bayaran.

Sebaliknya jika diajak untuk memahami secara fundamental teori, malah enggan. Karena dianggap masih bersifat spekulatif. Atau enggan berbeda pendapat dengan protap yang ada. Takut kena tuntutan malapraktek?

Eh, bukankah selama ini kita melayani berdasarkan ilmu-ilmu yang telah diterima teorinya. Jika itu disebut bersifat spekulatif, artinya kita melayani pasien selama ini sifatnya untung-untungan. Untung sembuh kalau tidak untung, mati!

Protokol yang saya susun memang tidak bersumber dari lembaga apapun. Namun dibuat berdasarkan pertanggung jawaban atas teori-teori yang telah dipelajari selama ini. Teori-teori yang telah diakui dan diterima kebenarannya di dunia kedokteran, sehingga dapat dijelaskan alasan protokol tersebut, serta korelasinya dengan setiap keluhan pasien.

Pengobatan dini melalui proses autofagi

Secara sederhana protokol pengobatan dini dengan proses autofagi adalah penghentian asupan karbohidrat dan pembatasan jam makan hingga pukul 18.00. Selanjutnya disertai minum air semampunya setiap selesai buang air kecil, tanpa pemberian obat apapun.

Protokol ini dilakukan tiga hari jika tidak ada komplikasi apapun.

Alasan penyusunan protokol tersebut sebagai berikut. Setiap pasien yang datang dengan keluhan demam, batuk atau apapun, artinya datang dalam kondisi virus telah bereplikasi.

Replikasi virus itu mengakibatkan kerusakan sel. Kerusakan sel mengakibatkan keluarnya berbagai mediator peradangan.

Pada bakteri sedari awal dapat terjadi peradangan. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk merusak dinding sel dengan melepaskan peptida tertentu. Kerusakan ini yang akan memicu pelepasan mediator peradangan.

Berbagai mediator peradangan memberikan berbagai reaksi sesuai dengan reseptor organnya. Misalnya, histamin menimbulkan reaksi sesak dan batuk di saluran pernafasan. Menimbulkan pelebaran pembuluh darah hingga menimbulkan sensasi panas.

Prostaglandin memiliki efek yang serupa. Perbedaannya pada pembuluh darah paru, mengakibatkan penyempitan. Akibatnya beban jantung bertambah hingga timbul gejala mudah lelah.

Artinya, selain upaya untuk melawan virus juga harus mengatasi reaksi peradangan. Reaksi peradangan yang ditimbulkan oleh tubuh itu sendiri, bukan karena infeksi.

Untuk mengeradikasi virus atau bakteri dapat diatasi dengan mengaktifkan mekanisme autofagi kapan saja. Asalkan dalam kondisi hipoglikemia, glukagon dilepaskan. Glukagon memicu peroksisom melakukan glukoneogenesis dan lisosom melakukan autofagi.

Lisosom akan mencerna apapun yang mengandung gula. Termasuk virus dan bakteri. Begitupun peroksisom akan mencerna apapun yang mengandung lemak. Termasuk lipoprotein kapsul virus dan dinding sel bakteri.

Akibat dari glukoneogenesis adalah peningkatan kadar glukosa darah, hingga meningkatkan tekanan osmotik darah. Tekanan osmotik yang meningkat memicu perpindahan cairan ke dalam darah, hingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik.

Laju aliran darah meningkat dan terbentuk urine yang banyak. Pengeluaran cairan (urine) harus segera diganti.

Penurunan cairan darah yang banyak (hipovolemik) dapat memicu vasopresin. Meski saat kondisi tekanan osmotik meningkat juga telah dilepaskan vasopresin. Namun waktunya tidak lama karena cepat dikompensasi oleh perpindahan cairan.

Pelepasan vasopresin akibat kondisi hipovolemik dapat berakibat fatal. Karena berlangsung lebih lama. Kecuali jika segera diatasi. Pelepasan vasopresin mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri dan arteri kecil.

Penyempitan pembuluh darah arteri akan meningkatkan tekanan darah. Pada pembuluh darah jantung dapat mengakibatkan jantung kekurangan oksigen. Akibatnya terjadi gangguan irama jantung. Kondisi ini dapat berakibat fatal. Dikenal sebagai sindrom SADS.

Peroksisom dan lisosom tidak berdaya mengatasi reaksi peradangan. Butuh hormon kortisol untuk mengatasi peradangan secara alami. Selain kondisi hipoglikemia kortisol juga butuh kondisi relaks.

Kortisol pelepasannya dipengaruhi oleh growth hormon. Growth hormon dilepaskan saat seseorang mengalami istirahat yang cukup. Sangat berkaitan dengan siklus sirkadian seseorang.  Ini sebabnya mengapa jam makan harus dibatasi.  Jam makan yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan menghambat pelepasan growth hormon.

Meski protokolnya sederhana, tanpa obat-obatan, namun teorinya jelas dan bisa dijelaskan. Tidak berdasarkan teori yang berbeda dengan apa yang dipahami di dunia kedokteran. Karena teorinya jelas, setiap hal yang berbeda dengan penjelasan teori bisa dilacak.

Misalnya terjadinya batuk. Bisa dilihat merupakan reaksi peradangan. Seharusnya dengan pembatasan jam makan cukup. Namun untuk orang-orang dengan kecenderungan hipersensitivitas harus diberikan tambahan kortikosteroid.

Umumnya yang mengalami ini adalah orang-orang dengan status imunitas tinggi. Jadi jangan terbalik.

Seharusnya kita memahami teori hingga bisa menyusun sebuah protokol yang fleksibel. Dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien, bukan menerapkan protokol yang tidak kita pahami dasar teorinya. Hingga akhirnya kebingungan saat menghadapi situasi yang berbeda.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

https://health.kompas.com/read/2022/08/02/113324968/pengobatan-dini-melalui-proses-autofagi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke