Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ODHA Sering Tak Kebagian Obat

Kompas.com - 28/10/2008, 17:25 WIB

JAKARTA, SELASA - Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr Pandu Riono menyatakan bahwa ODHA (orang dengan HIV/AIDS) di Tanah Air sudah sering kali tak kebagian obat-obatan yang diperlukan.

"ODHA tidak dapat obat bukan pertama kali ini saja terjadi, seringnya obat tidak sampai ke tangan pengidap HIV/AIDS karena masalah distribusi. Tapi kali ini memang keterlambatan yang paling parah, karena obatnya ada, dananya ada, tapi ODHA terancam putus obat," ungkap Pandu Riono dalam diskusi tentang krisis ketersediaan ARV.
 
Ia mencontohkan dulu pernah terjadi kelangkaan ARV di Maumere, ternyata setelah diusut-usut ada kesalahan dalam pengiriman paket.

"Harusnya ke Maumere, tapi malah ditulis Merauke. Ketidaktelitian ini menimbulkan keresahan yang cukup serius saat itu," ujar dia.

Kini, setelah beberapa saat lalu pemerintah mengaku tidak ada dana lagi untuk membeli ARV dari Kimia Farma, pasokan obat di rumah sakit-rumah sakit pun menipis drastis.

Obat itu ada di Kimia Farma, pemerintah juga seharusnya memegang banyak uang dari lembaga donor yang memang diperuntukkan untuk membeli obat, tapi kenyataannya sekarang pemerintah mengaku tidak punya uang.

"Saya tidak tahu apakah uang untuk membeli ARV itu dipakai untuk membayar utang Askeskin? Kalau benar, kenapa pemerintah tidak berhutang dulu ke Kimia Farma, yang penting ODHA mendapatkan obatnya sesegera mungkin," kata Pandu.

"Dalam sebuah rapat kabinet mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi diputuskan bahwa pemerintah akan memberikan ARV secara gratis kepada ODHA, dengan menggunakan dana publik dan dana dari para donor," kata Pandu menceritakan kilas balik penanggulangan ODHA di Indonesia.

Namun sampai saat ini kebijakan tentang obat ODHA ini belum berubah, dan sekarang pemerintah mengaku tidak punya uang lagi untuk membeli ARV. Menurut pria bertubuh tambun ini, kebijakan pemerintah yang saat ini memberikan subsidi 100 persen untuk penyediaan ARV harus dikaji ulang, karena yang diperlukan sekarang adalah strategi yang berjangka panjang dan simultan.

"Pemerintah perlu mengubah strategi penjaminan dukungan dan layanan bagi ODHA di Indonesia," ujar dia.

Perlu beberapa skema, apakah subsidi 100 persen atau sebagian, atau bahkan tidak disubsidi sama sekali, tambahnya.

"Karena sebetulnya dana pemerintah untuk pengobatan ODHA tidaklah banyak, dana yang banyak justru datang dari lembaga-lembaga donor yang persyaratan pengucurannya kadang sangatlah rumit," ujar Pandu.

"Dan kalau benar pemerintah sudah tidak punya uang lagi untuk membeli ARV, pemerintah perlu memikirkan sumber-sumber pendanaan yang lebih bervariasi," tambahnya.

Dana itu bisa dikumpulkan dari dana pemerintah pusat, dana pemerintah daerah, swasta, sistem asuransi kesehatan, dan asuransi sosial, kata Pandu menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com