Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Logika Industri Rokok

Kompas.com - 17/03/2010, 13:49 WIB

Oleh ZAMHURI

Fatwa tentang rokok kembali bergulir setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan rokok hukumnya haram. Dalam beberapa hari terakhir, isu tentang rokok kembali disorot. Apalagi setelah pengesahan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2006 terutama Pasal 2 Ayat 113 yang memasukkan rokok sebagai bahan aditif.

Dari sisi regulasi, sebagai tindak lanjut implementasi Pasal 116 UU tersebut, pemerintah sedang merancang peraturan pemerintah tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat aditif.

Tentu fatwa haram dan regulasi pembatasan rokok mendapat perlawanan dari industri rokok, terutama para petani, buruh, dan lembaga asosiasi lainnya.

Isu kesehatan yang menyertai proses lahirnya fatwa dan regulasi pembatasan rokok memang mudah ditebak ujungnya. Namun, bagaimana memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terlibat dalam sektor tembakau dan rokok tidak bisa diabaikan begitu saja. Perlu ada pemahaman komprehensif dalam memahami sektor rokok agar fatwa atau regulasi bisa diterima dan tidak menimbulkan keresahan serta problem baru di masyarakat.

Katup pengaman

Saat ini, industri rokok telah tumbuh menjadi sumber devisa negara. Berkat pemasukan cukai, industri rokok menjadi sumber primadona pendapatan APBN. Pemasukan negara atas industri ini pada 2009 sekitar Rp 52 triliun. Dari Kudus, pada 2009, cukai yang berhasil disetor ke kas negara oleh KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus lebih kurang Rp 14,5 triliun atau 104,75 persen dari target yang dibebankan pada 2009.

Industri rokok telah menjadi tempat jutaan tenaga kerja yang mengisap manis dan pahitnya tembakau serta cengkih. Industri rokok kini menjadi salah satu tempat terjadinya antrean panjang angkatan kerja yang menanti kesempatan ngelinting tembakau dan cengkih.

Industri rokok telah menjadi salah satu solusi problem beban angkatan kerja, meningkatkan taraf hidup petani, menambah pendapatan pengusaha rokok, dan memperbanyak pemasukan bagi pundi-pundi negara.

Hampir semua strata sosial masyarakat baik langsung atau tidak menjadi pengisap rokok sekaligus kena candu industri rokok. Itulah mengapa industri rokok selalu berada dalam ironi: dicaci sekaligus didamba karena uang yang dihasilkannya. Mematikan industri rokok mungkin seperti menyembelih angsa bertelur emas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com