Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara tentang Jiwa Terpecah

Kompas.com - 05/10/2010, 07:09 WIB

Pada skizofrenia, sistem dopamin terlalu aktif melepas dopamin. Kini para peneliti juga melihat produksi glutamate. Namun, itu belum menjawab sepenuhnya penyebab skizofrenia.

Tun mengatakan, ”Skizofrenia terkait dengan interaksi tiga faktor: faktor organo-biologik, faktor psiko-edukatif, dan faktor sosio-kultural. Faktor organobiologik ialah faktor genetik dan mekanisme neurotransmiter otak, salah satu hipotesis adalah hiperdopaminergik,” ujar Tun. Faktor psiko-edukatif terkait pola asuh keluarga, misal ayah amat keras, ibu sangat lemah.

Faktor sosio-kultural ialah norma dan sistem nilai di lingkungan tempat penderita tinggal yang dapat menjadi sumber stres. Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan sekaligus dokter spesialis kejiwaan, Irmansyah, berpendapat, beberapa faktor lain diduga berperan menjadi faktor risiko, di antaranya komplikasi saat proses kelahiran, infeksi saat dalam kandungan, riwayat trauma kepala, tekanan, dan pengalaman traumatis serta pengaruh penyalahgunaan obat psikotropik (narkoba).

Peristiwa yang menekan atau menimbulkan perasaan tidak tenang dan kekecewaan dalam kehidupan menjadi pencetus, seperti hubungan interpersonal (pertengkaran dengan orang dekat), perubahan lingkungan (pindah tempat tinggal), dan perubahan ekonomi (bangkrut).

Pemulihan

Irmansyah mengatakan, tujuan pengobatan ialah mengontrol gejala skizofrenia sehingga memungkinkan penderita hidup normal dan aktif dalam kegiatan keseharian di masyarakat.

”Ketidakpahaman menyebabkan skizofrenia dikaitkan dengan hal gaib sehingga terkadang pasien dibawa ke ”orang pintar”. Saat sudah putus asa dan ke dokter, kondisinya sudah lebih parah,” ujar Irmansyah.

Penyebab keengganan berobat lainnya ialah efek samping obat yang memengaruhi sistem lain di otak yang bisa menyebabkan tremor.

Tun menegaskan, skizofrenia harus diobati. Perawatan penderita di jalur alternatif atau tanpa obat tidak dapat dibenarkan. Data ilmiah membuktikan, makin cepat dan tepat penderita diobati, hasilnya lebih baik. Penderita skizofrenia perlu diajak kembali bersosialisasi. Peran keluarga dan masyarakat pascarehabilitasi penting untuk mengurangi kekambuhan.

”Keluarga dan lingkungan perlu menciptakan situasi baik agar kerabat yang skizofrenia tidak rentan terganggu,” ujar Bagus Utomo yang kakaknya terserang skizofrenia. Bagus bersama keluarga, orang dengan skizofrenia, dan pemerhati mendirikan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia. ”Begitu memahami apa yang mereka alami, kita lebih bijak,” ujarnya.

Dengan kondisi terkontrol, mereka yang sudah pulih bisa produktif dan berkarya. Saat ini, Iman menjadi tenaga penjual di sebuah perusahaan pembasmi hama. Kehidupan sosialnya juga membaik. Dia sedang menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Tanpa ragu, Iman menjelaskan gangguan yang dia alami, yang telah dipahaminya.

Indira Permanasari & Nawa Tunggal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com