Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ibu" Para Desainer Indonesia

Kompas.com - 23/10/2010, 11:32 WIB

KOMPAS.com - Ketika mulai membuka kursus bagi para calon perancang mode busana 30 tahun lalu, Susan Budihardjo memang tidak memiliki banyak saingan. Tetapi, sekarang ini, di kota-kota besar di Indonesia, lembaga pendidikan tata busananya harus bersaing dengan sekolah berijazah diploma yang merupakan waralaba asing.

Meski telah melalui 30 tahun, dan usianya memasuki 60 tahun, Susan tetaplah sosok penuh energi. Energi itu memancar dari gerak tubuh, ruang-ruang sekolah di kompleks perkantoran dan pertokoan di Jalan Cikini Raya, Jakarta, hingga ungkapan pikiran dan harapannya.

”Karakter saya tidak pernah puas, harus selalu mencari yang baru. Saya rasa itu cocok dengan mode,” kata dia diiringi senyum.

Energi untuk selalu menjadi yang terbaik itu juga tecermin dari perayaan 30 tahun sekolah yang didirikannya. Sebanyak 42 perancang busana lulusan sekolahnya membuat pergelaran bersama 120-an siswa yang baru lulus, Oktober ini di Jakarta.

”Saya tidak ikut tampil. Ini acara untuk mereka menuangkan kreativitas sebebas-bebasnya. Mereka yang sudah berkarier rupanya merindukan kesempatan menampilkan karya yang lebih ekspresif. Selama ini kreativitas mereka dibatasi keharusan memikirkan pasar produk mereka,” kata Susan.

Hal yang membuat sosok Susan unik adalah karena dia perancang busana yang selalu mengikuti perubahan zaman dan diakui kalangan mode. Meskipun jarang ikut peragaan busana, kehadirannya selalu ditunggu karena desainnya yang edgy (mutakhir).

”Saya lebih senang kalau ’anak-anak’ yang maju (dalam pergelaran). Keberhasilan mereka adalah keberhasilan saya,” kata Susan.

”Anak-anak” Susan sudah tak terhitung jumlahnya. Seorang karyawan yang sudah bersama sekolah itu sejak pertengahan tahun 1980-an memperkirakan, jumlah siswa sekolah itu mendekati 10.000 orang. Mereka berasal dari Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, dari Pulau Sumatera hingga Papua.

Beberapa muridnya menjadi perancang yang cukup berhasil, antara lain Sebastian Gunawan, Irsan, Adrian Gan, Sofie, hingga Nancy Go, perancang tas bermerek Bagteria yang karyanya dikenakan sosialita dunia dan diliput majalah internasional seperti Elle dan Vogue.

Dari pengalaman

Susan awalnya tidak berpikir memiliki sekolah mode, apalagi memajukan industri mode Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan menyediakan sumber daya manusia. Pengalamanlah yang membuka satu pintu ke pintu berikut, membangkitkan tantangan dan peluang baru, yang dia tak pernah takut mengambilnya.

Ketika Susan mulai belajar mode pada tahun 1970-an, dia sulit menemukan sekolah mode. Saat itu hanya ada Akademi ISWI, dan yang lainnya berupa kursus rumahan. Saat bersekolah mode di Berlin, Jerman, kemudian pindah ke London, Inggris, untuk belajar pakaian siap pakai. Lalu, sambil mengikuti suami menambah ilmu bidang adibusana di Ottawa, Kanada, Susan bukan hanya menimba ilmu sebagai calon perancang busana, tetapi juga terdorong membuat sekolah mode di Indonesia.

”Supaya mereka yang ingin belajar mode tidak usah kesulitan seperti saya,” kata dia.

Menjelang kembali ke Jakarta, Susan meminta bantuan orangtuanya untuk mengurus izin tempat kursusnya, menyiapkan berbagai keperluan, seperti meja dan mesin jahit. Susan lalu menyusun kurikulum berdasarkan pengalamannya di tiga sekolah tersebut, ditambah pengetahuan dia akan kebutuhan di Indonesia.

Dia merasa beruntung sebab beberapa temannya saat bersekolah di Jerman juga kembali ke Jakarta. Mereka memberi masukan dan menghubungkan dia dengan elemen industri mode lainnya, seperti media, penyelenggaraan kegiatan dan pameran, hingga dunia koreografi.

”Saya dibantu (almarhum perancang) Prajudi Admodirdjo. Dia guru saya sebelum saya berangkat ke Jerman,” tambahnya.

Ketika jumlah muridnya bertambah, Susan lalu memindahkan sekolahnya dari kawasan Petojo yang merangkap tempat kerjanya sebagai perancang busana ke Cikini Raya, hingga kini. Sekarang, sekolahnya berkembang dan telah membuka cabang di Semarang, Surabaya, dan satu lagi dalam tahap revitalisasi, yaitu di Bali.

”Mungkin karena sekolah saya biayanya terjangkau,” tutur Susan, disertai tawa, tentang pendidikan di sekolahnya yang lamanya satu tahun itu.

Konsisten

Lebih dari sekadar biaya pendidikan yang terjangkau, Susan sangat fokus dan konsisten dalam membuat inovasi. Menurut pengakuannya, setiap tahun selalu ada kurikulum baru. Untuk tahun depan, misalnya, dia menambahkan pelajaran busana pria dan anak-anak karena kebutuhan ke arah itu semakin terasa.

Dalam pandangan bekas muridnya, salah satu desainer andal Indonesia, Irsan, kehadiran Susan yang terlibat intens di sekolah adalah faktor yang membedakan lembaga pendidikan itu dari sekolah asal mancanegara.

Irsan mengibaratkan Susan seperti ibu yang menjaga rumah, mengajarkan kepada anak-anaknya berbahasa hingga bertata krama.

Menurut Irsan, kekuatan Susan adalah penekanan pada pengajaran dasar membuat pola, menjahit, dan pengenalan tekstil. Selain itu, Susan juga mengajarkan sejarah dan berbagai hal yang memengaruhi mode.

”Dia juga tidak mau menjadi tua, dan itu penting dalam mode,” tutur Irsan yang berkarya di Bali.

Tidak mau menjadi tua bukan berarti melawan kodrat usia. Dalam mode, artinya selalu menawarkan hal baru karena sifat mode adalah lahirnya hal baru sebelum yang lama usang. Untuk itu, Susan selalu mengikuti perkembangan arah mode, kemudian menerjemahkannya ke dalam kurikulum.

”Saya selalu terbuka terhadap berbagai masukan. Saya suka ngobrol dengan anak muda yang lebih spontan, dan itu cocok dengan dunia mode,” tutur Susan yang sudah tak lagi mengajar langsung.

Harapannya, sekolah yang dia bangun terus bertahan selama mungkin. Anak tunggalnya belum tertarik mengambil alih pengelolaan sekolah itu, dan dia sendiri juga belum memikirkan mencari penerus.

”Saya selalu merasa kurang terus. Kadang-kadang saya minder juga dengan sekolah waralaba luar negeri. Tetapi, mereka usianya sudah ratusan tahun, sekolah saya baru 30 tahun dan industri mode masih baru tumbuh di Indonesia. Justru sekolah-sekolah dari luar itu menjadi tantangan bagi saya untuk menjadi lebih baik,” katanya.

Itulah Susan, seperti ibu yang selalu memberi....


***

Susan Budihardjo 
• Lahir:
Jakarta, 17 Januari 1950
Suami: Iwan Budihardjo
Anak: Nicolas Budihardjo
• Pendidikan: 
- Lette Verain, Berlin, Jerman, 1974 
- London Fashion Designing School, Inggris, 1974-1975
- Richard Robinson, Ottawa, Kanada, 1976-1979 
• Pekerjaan: Perancang busana dan pemilik Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo

(Ninuk Mardiana Pambudy/Harian Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com