Ki Hadjar Dewantara beserta para pejuang pendidikan yang lain melawan larangan tersebut dengan aksi ”diam sambil melawan” (lijdelijk verset) hingga dicabutlah larangan Pemerintah Belanda atas kiprah pendidikan rakyat Indonesia tersebut.
Ilustrasi itu hanyalah sepotong romantika sejarah ”kaum swasta” dalam membangun negeri ini melalui jalur pendidikan. Kalau kemudian Pemerintah RI mempekerjakan guru PNS di sekolah swasta, kiranya merupakan sebuah penghargaan, bukan semata soal penempatan. Jadi, kalau benar pemerintah menarik guru PNS dari swasta, kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah penghinaan terhadap sekolah swasta.
Penempatan guru PNS pada sekolah swasta merupakan salah satu bentuk bantuan pemerintah kepada sekolah swasta; bantuan lainnya dapat diberikan dalam bentuk finansial, proyek, atau yang lain.
Dibandingkan dengan negara- negara lain, bantuan pemerintah kepada sekolah swasta relatif sangat minim. Sekolah-sekolah swasta di Amerika Serikat mendapatkan bantuan finansial yang relatif besar, begitu juga perguruan tinggi swastanya. Sekolah-sekolah swasta di Hongkong juga dapat bantuan finansial yang memadai dari pemerintah. Hebatnya, bantuan finansial Pemerintah AS dan Hongkong terhadap sekolah swasta bisa lebih dari separuh nilai anggaran sekolah.
Di Indonesia, bantuan pemerintah terhadap swasta relatif kecil. Bahkan, banyak sekolah swasta yang belum pernah mendapat bantuan finansial dari pemerintah; dan banyak pula sekolah swasta yang tak pernah menerima bantuan guru PNS.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh memang pernah memberikan semacam jaminan tidak akan ada penarikan guru PNS dari sekolah swasta, tentu saja sekolah swasta yang memiliki guru PNS. Jaminan ini kiranya cukup baik dan sangat bijak. Akan tetapi, kian santernya berita tentang rencana penarikan guru PNS dari sekolah swasta sudah telanjur melukai sekolah swasta itu sendiri.
Ki Supriyoko