JAKARTA, KOMPAS.com - Di Indonesia kebanyakan pasien sakit jantung lebih memilih pengobatan minim invasif seperti pemasangan balon atau cincin yang biasa disebut Percutaneous Coronary Intervetion (PCI) dibandingkan operasi Bypass.
Padahal, dengan pemasangan balon atau cincin, risiko kembali tersumbatnya aliran pembuluh darah ke jantung cukup tinggi, sebagaimana diungkapkan oleh dr. Yanto Sandy Tjang, Phd. SpBTKV dari MRCC Siloam Jakarta dalam seminar kesehatan "Cardiac Disease What & How", Sabtu, (28/5/2011) kemarin.
Menurut Yanto, Bypass merupakan suatu prosedur bedah di mana dibuat saluran baru untuk memberikan suplai darah ke jantung yang pembuluh darah asalnya sudah mengalami penyumbatan. "Ini dimaksudkan agar jantung mendapatkan darah lebih banyak, dan melakukan fungsi pompanya lebih baik," ujarnya.
Sedangkan pemasangan balon/cincin adalah suatu prosedur memasukan selang ke dalam pembuluh darah jantung yang tersumbat dan melebarkan daerah yang tersumbat dengan balon. Untuk menjaga supaya pembuluh darah yang tersumbat tidak menyempit kembali, maka dipasang cincin yang terbuat dari logam.
Yanto mengatakan, pemasangan cincin memang memiliki beberapa keuntungan di antaranya minim invasif. Artinya, tidak dilakukan penyayatan seperti pada operasi, sehingga masa rawat bisa lebih pendek.
"Tapi kekurangannya adalah harga cincin itu masih sangat mahal. Kemudian, kemungkinan terjadi sumbatan kembali dalam waktu 3 sampai 6 bulan masih tinggi," jelasnya.
Ditambahkannya pula, pelebaran pembuluh yang menggunakan cincin dapat mengakibatkan perkapuran di darah pecah sehingga serpihannya bisa masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil.
"Bagi pembuluh darah yang kecil, serpihan yang kecil mungkin bisa menjadi sumbatan 100 persen, dengan akibat kematian otot jantung di daerah-daerah yang lebih pinggir. Dalam jangka lama, fungsi pompa jantung itu akan berkurang pelan-pelan, sehingga orang itu akan mengalami gagal jantung pada akhirnya," terangnya.
Yanto mengatakan, meski pada operasi bypass diperlukan sayatan yang relatif besar, tetapi kelebihannya adalah pembuluh darah yang dipasang akan tetap berfungsi baik setelah 10 tahun. Banyaknya penggunaan cincin/balon menurut Yanto disebabkan beberapa faktor di antaranya perkembangan bedah jantung yang terlambat, kurangnya informasi, serta jumlah dokter spesialis bedah jantung yang masih sangat minim. Alhasil, sampai saat ini pasien lebih sering mendapat pelayanan pemasangan cincin dibandingkan bedah jantung.
"Padahal kita lihat dari hasil penelitian, pada kasus-kasus yang penyumbatan pembuluh darah jantungnya kompleks, operasi bedah jantung (bypass) jauh lebih menguntungkan dibandingkan pemasangan cincin," jelasnya.
Anggapan keliru soal bedah jantung di masyarakat juga menjadi penyebab mengapa pasien jantung lebih memilih melakukan pemasangan cincin dibandingkan bypass.
"Ada anggapan kalau operasi jantung itu, jantung dikeluarkan kemudian baru dimasukan. Tidak benar sama sekali, itu adalah informasi yang menyesatkan. Pada saat operasi, jantung tetap ada di tempat, kita hanya mencari pembuluh darah di permukaan jantung, kemudian dibuat sayatan kecil, lalu menanamkan pembuluh darah bypass baru ke tempat yang kita buat sayatan tadi itu," bebernya.
Menurut Yanto, di Eropa operasi bypass sangat sering dilakukan bahkan paling banyak di dunia. Di benua tersebut, penegakkan indikasi lebih terarah dimana bila terjadi sumbatan di pembuluh darah yang sangat penting biasanya diarahkan untuk bypass.
"Penelitian terakhir menunjukan, pasien-pasien dengan penyumbatan di cabang utama pembuluh darah kiri, maupun di banyak pembuluh darah jauh lebih menguntungkan kalau dia mendapatkan operasi bypass," tegasnya.
Pasca melakukan bypass, kata Yanto, pasien tetap memerlukan obat pengencer darah meski dalam dosis sangat ringan. Hal ini ditujukan agar pembuluh darah bypass yang baru terpasang bisa bertahan cukup lama. Bagaimana pun proses penyakit jantung koroner adalah proses berkelanjutan, sehingga pembuluh baru pun tetap mengalami nasib yang sama seperti pembuluh darah di jantung yang asli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.