Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiada Henti Menumpas Malaria

Kompas.com - 12/07/2011, 03:05 WIB

Oleh Samuel Oktora

Janganlah kita memandang enteng/ Malaria sangat berbahaya/ Menyebabkan anemia berat/ Ibu hamil dan anak meninggal/ Malaria melumpuhkan otak/ Merusak limpa lever dan ginjal/ Hilang pula kesadaran/ Menyebabkan kematian....

Itu adalah penggalan lirik lagu berjudul ”Malaria” yang diciptakan Trix Mali tahun 2007. Ia bisa menciptakan lagu sekaligus menyanyi, sebagai hobi. Lagu tersebut diciptakannya sekitar satu jam. Lagu berdurasi 5 menit 28 detik ini lalu direkam. 

Trix sesungguhnya bukan penyanyi ataupun pencipta lagu. Kegiatannya sekitar enam tahun ini lebih fokus pada gerakan memberantas malaria di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Dengan mencermati lirik lagunya, orang tahu ancaman malaria di wilayah itu.

Perempuan bernama lengkap Maria Mediatrix Mali ini adalah sulung dari delapan bersaudara anak pasangan Wenseslaus Mali dan Bibiana Lawi. Ia tak pernah berpikir menjadi aktivis lingkungan.

Sebelumnya, ia menjadi guru di Jakarta. Orangtuanya pun pensiunan guru di Ende.

”Saya menciptakan lagu itu berirama poco-poco supaya menarik perhatian masyarakat. Sebelum hari-H sosialisasi, sewaktu pengumuman disebarluaskan dengan mobil keliling, lagu itu diputar. Sebelum acara dimulai pun orang datang berbondong-bondong karena mau berjoget dulu diiringi lagu ini,” kata Trix yang mengaku menciptakan lagu itu sebagai sarana sosialisasi.

Perjalanan Trix bergelut dalam gerakan pemberantasan malaria berawal saat diminta Pater Heinrich Bollen SVD bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat Yayasan Sosial Pembangunan Masyarakat (LSM Yaspem) Maumere. Pater Bollen yang berasal dari Landstuhl, Jerman Barat, adalah inisiator berdirinya LSM Yaspem Maumere, tahun 1974.

LSM ini bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Programnya, antara lain, pemberdayaan ekonomi, perkoperasian, kesehatan, pengasuhan anak yatim, air bersih, lingkungan hidup, dan membuka lembaga pembelaan hukum. Ia bergabung dengan LSM Yaspem pada 1999 sebagai manajer program. Tahun 2000, ia menjadi direktris.

”Awal keterlibatan saya dengan malaria dimulai pada 2004 saat kasus malaria sangat tinggi di Maumere. Waktu itu Yaspem sedang berusaha mengatasi gizi buruk dan menjalankan program keterampilan hidup untuk anak muda drop out,” ungkapnya.

Ia bercerita, saat itu Pater Klaus Nauman SVD, pastor di Kecamatan Kewapante, Sikka, sempat terguncang karena seorang siswa kelas III SD meninggal akibat malaria. Melihat kondisi itu, Pater Klaus menerapkan program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk anak-anak di wilayah pelayanannya agar mereka mempunyai daya tahan tubuh melawan malaria.

Namun, dengan PMT pun jumlah penderita malaria tetap banyak. Ini karena vektor malaria, yakni nyamuk Anopheles, tak diurus. Bahkan, penderita gizi buruk yang ditangani Yaspem pun banyak yang terkena malaria.

Trix lalu mencari cara bagaimana mengatasi penyakit ini. Apalagi mereka yang telah mengikuti program keterampilan hidup pun kurang memiliki komitmen untuk berkembang. Mereka relatif minim inisiatif dan motivasi untuk mandiri. Kondisi tersebut diduga terkait dengan kualitas SDM yang rendah, tak lepas dari pengaruh malaria.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, NTT termasuk daerah kategori endemis tinggi malaria. Penderita positif malaria lebih dari 50 per 1.000 penduduk. Jika malaria tak ditanggulangi, akan berdampak serius terhadap SDM di NTT.

Malaria bisa mengganggu pertumbuhan otak janin yang berdampak pada penurunan kecerdasan anak. Indeks pembangunan manusia (IPM) untuk NTT pun rendah, rata-rata 66,6, sedangkan rata-rata IPM nasional 71,4.

”Lebih jauh, malaria akan berdampak pada penurunan PAD (pendapatan asli daerah). Contohnya di sektor pariwisata, turis takut ke Flores karena kasus malaria yang tinggi. Ini merugikan karena Flores punya banyak aset wisata,” kata Trix.

Mencari informasi

Informasi tentang penyakit malaria diperoleh Trix, antara lain, dari para ahli di Jerman saat ia melaporkan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan Yaspem kepada Misereor, yayasan di Jerman yang menjadi donaturnya.

Ia kerap bertanya tentang malaria kepada dokter spesialis anak Wolfgang Wahlen; ahli malaria Jerman, Prof Dr Norbert Becker dan Dr Paul Schaedler; serta dokter Asep Purnama, spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) TC Hillers, Maumere.

Trix lalu menyusun konsep pemberantasan malaria secara komprehensif. Untuk menjalankan konsepnya dibutuhkan dana relatif besar. Pada 2007 ia mengajukan dukungan dana ke Misereor dan memperoleh sekitar Rp 2 miliar. Konsep itu dia terapkan dalam kegiatan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sikka untuk enam kecamatan (37 desa/ kelurahan) di Sikka, yakni Kewapante, Kangae, Hewokloang, Alok Barat, Alok, dan Alok Timur.

Kegiatan yang dilakukan, antara lain, sosialisasi informasi dan edukasi tentang malaria ke berbagai tempat, mulai dari pasar, sekolah, desa/kelurahan, lingkungan masjid, gereja, sampai iklan. Warga antara lain diberi penyuluhan tentang pola hidup sehat sampai kegunaan kelambu.

Dalam konteks itu, menurut Trix, Yaspem kemudian merekrut 86 petugas pemantau jentik dan melakukan pemberantasan sarang jentik di saluran air yang tergenang serta bak penampung air rumah tangga. Selain itu, Yaspem juga merekrut 14 analis dan 20 perawat untuk melakukan pemeriksaan darah massal guna mengetahui secara akurat penderita positif malaria serta pendampingan minum obat terhadap penderita.

Penderita positif malaria lalu ditangani sampai tuntas dengan metode artemisinin based combination therapy (ACT). Dari target pemeriksaan darah massal terhadap 97.358 penduduk, Yaspem memperoleh 72.000 orang.

Program ini menekan secara signifikan angka kasus penderita malaria klinis di Sikka. Annual Malaria Incidence (AMI) Kabupaten Sikka yang pada 2007 tercatat 350 orang per 1.000 penduduk berubah menjadi 64 orang per 1.000 penduduk pada 2011.

Timnya, menurut Trix, juga menyusun desain menyeluruh penanggulangan malaria tahap kedua (periode 2010-2013), di antaranya lewat muatan lokal tentang malaria untuk siswa SD dan SMP. Informasi tentang malaria juga disampaikan di lingkungan gereja. Untuk lingkungan rukun tetangga (RT), ia melakukan program bebas jentik berbasis dasawisma.

”Saya juga mengenalkan konsep penanggulangan malaria ini ke daerah tetangga (Sikka), yakni Flores Timur, Ende, dan Nagekeo. Misereor mau membantu. Syaratnya, Pemerintah Provinsi NTT terlibat. Sayang, instansi terkait di tingkat provinsi belum tergerak,” ungkap Trix.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com