Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Baru untuk Lindungi Kesehatan

Kompas.com - 30/09/2011, 06:36 WIB

Jakarta, Kompas - Pembatasan distribusi dan konsumsi rokok dinilai sudah sangat darurat di Indonesia. Demikian hasil pertemuan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 26 September 2011.

Demikian dituturkan Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Farid Afansa Moeloek, Kamis (29/9), di Jakarta. Hal itu membuka harapan untuk mengegolkan Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Konsumsi Produk Tembakau terhadap Kesehatan dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau.

”Presiden mengatakan, gol kita sama, spiritnya sama. Rakyat Indonesia harus selamat dan sehat,” kata Moeloek.

Deputy Chairman Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Hakim Sorimuda Pohan mengatakan, Indonesia merupakan satu dari 41 negara di Asia Pasifik dan satu-satunya negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam yang tidak menandatangani konvensi pengendalian tembakau internasional (WHO-FCTC).

Indonesia tersandera anggapan pembatasan rokok bisa mengurangi pajak rokok yang mencapai Rp 60 triliun per tahun. ”Padahal, kerugian yang ditanggung masyarakat mencapai Rp 245 triliun, berupa biaya perawatan kesehatan dan penurunan produktivitas,” kata Pohan.

Masih sporadis

Dalam sesi Kebijakan Pengendalian Merokok dalam Forum Nasional II: Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dari Penetapan Agenda ke Evaluasi Kebijakan Kesehatan yang berlangsung di Makassar, Kamis, disimpulkan, kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih bersifat sporadis. Dibutuhkan peta jalan untuk landasan bersama dalam pengendalian tembakau.

Sejumlah provinsi telah memberlakukan kawasan tanpa rokok, seperti DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Namun, ada daerah yang belum menempatkan pengendalian rokok sebagai isu penting. Misalnya, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagaimana dikatakan Hyronimus Fernandez, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia NTT. Hasil studi di Sumba Timur, demikian Hyronimus, belanja rokok kabupaten itu Rp 13 miliar per tahun. Lebih tinggi daripada belanja kesehatan Rp 12 miliar per tahun.

Hasil penelitian Chriswardani S dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada, 35,71 persen rumah tangga miskin memiliki kebiasaan merokok. Konsumsi rokok mereka tahun 2007 Rp 86.496,96 per bulan. Tidak berbeda jauh dari konsumsi rokok rumah tangga tak miskin Rp 97.245.24 per bulan. (ICH/SIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com