Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker pada Tahun 2030

Kompas.com - 26/10/2011, 06:45 WIB

Oleh SALOMO SIMANUNGKALIT

Dua puluh tahun kelak praktik dokter tak lagi angkat tangan menghadapi pasien kanker. Nanoteknologi yang mampu merakit perkakas berskala atom, saat itu, dinubuatkan sanggup memproduksi perangkat pengobatan kanker yang mustajab.

Nanoteknologi pada 1997 melalui tangan- tangan cerdas ilmuwan tangguh Universitas Cornell berhasil menempa gitar enam senar berskala atom. Dengan tata letak dari pangkal ke ujung seperti yang kaprah pada susunan gerbong kereta api, rangkaian 20 gitar seukuran itu dapat menembus penampang seutas rambut anak manusia. Begitulah sekilas tingkat kesubtilan nanoteknologi, yang masih merupakan teknologi terbayangkan—imagined technology—di kalangan industri garda depan.

Menjelang 2030, seperti yang dinubuatkan ahli fisika teori Michio Kaku dalam bukunya, Physics of the Future (2011), teknologi belia ini akan merevolusikan pengobatan kanker karena keberhasilannya mencipta nanopartikel pengangkut sekaligus pembungkus obat perontok hingga tiba tepat di sasaran: sel kanker.

Nanopartikel mirip bom pintar: menghancurkan sasaran spesifik tepat di jantung pertahanannya, sementara tetangga terdekatnya—apalagi yang lebih nun di sana—aman tenteram. Pola serangan seperti itulah yang kontras membedakan pengobatan kanker pada masa depan dengan kemoterapi, upaya medis setakat ini menangani pasien kanker.

Pada kemoterapi, obat perontok kanker disirami di sepanjang sirkulasi darah dan berenang hingga mencapai sel kanker. Pasien yang baru menjalani kemoterapi biasanya menghadapi rasa mual, rambut berguguran, dan tubuh melemah. Nanopartikel akan drastis mengurangi bahkan melenyapkan siksa demi siksa itu.

Kok bisa? Ya, bisalah, sebab obat perontok kanker tak dibiarkan telanjang memasuki aliran darah. Ia diberi pakaian pengaman berupa molekul mirip kapsul. Pribadi sopan yang dinamakan nanopartikel itu kemudian diceburkan ke dalam sirkulasi darah hingga tiba tepat di jantung pertahanan sel-sel kanker. Di situ sang nanopartikel menembus dinding sel kanker dan menyemburkan zat perontok dari dalam hingga sel kanker roboh satu per satu.

Kata kunci dalam episode ”robohnya kanker kami” ini ialah ukuran. Diameter nanopartikel berkisar dari 0,00000001 hingga 0,0000001 meter. Rada gede untuk bisa menembus sebuah sel darah, tetapi cukup kerdil untuk bisa lolos memasuki sel kanker yang pori-porinya tak beraturan dan jauh lebih besar ketimbang garis tengah nanopartikel.

Nanopartikel dapat dengan leluasa masuk ke dalam sel kanker dan melepaskan obat di sana, sementara jaringan-jaringan sehat yang sukatannya lebih renik sama sekali tak tersentuh. Itu sebabnya dokter tak butuh sistem pemanduan yang rumit untuk menuntun nanopartikel mencapai sasarannya.

Nanopartikel tak hanya dapat memasuki lalu menyemburkan obat perontok sel kanker, tapi juga membunuh sel kanker seketika itu sebab dapat menyerap sinar berfrekuensi tertentu yang membuatnya memanas, bervibrasi, dan—dengan itu—menghancurkan sel kanker dari dalam hingga dindingnya.

Optimistis

Apa dasar bagi Kaku optimistis dengan penglihatan kenubuatannya pada pengobatan kanker yang ditunggu pasien penyakit mematikan ini bermanifestasi pada 2030?

Optimisme itu berlandaskan catatan para penyusun biografi sastrawan besar Jules Verne, pengarang Paris in the Twentieth Century. Ditulis pada 1863, novel profetis itu meramalkan Paris pada tahun 1960 dengan gedung kaca pencakar langit, AC, televisi, elevator, kereta api berlaju tinggi, mobil berbahan bakar gas, mesin faksimile, bahkan sesuatu yang mengarah kepada internet. Dengan akurasi mengagumkan, Verne menggambarkan kehidupan di Paris yang modern 100 tahun sebelum semua itu jadi kenyataan.

Para penulis biografi Verne mencatat bahwa, meski bukan seorang ilmuwan, Verne rajin menemui ilmuwan semasanya menghujani mereka dengan pertanyaan mengenai visi mereka akan masa depan. Berbeda dengan novelis yang sudah-sudah, Verne menyadari bahwa, seperti kata Kaku, ”sains merupakan mesin yang mengguncang fondasi peradaban, mendorongnya ke dalam suatu abad baru yang kuyup dengan kekaguman dan keajaiban mencengangkan”.

Kaku—sekali lagi—adalah ahli fisika teori terkemuka. Bidang kajiannya sekubu dengan bidang kajian Albert Einstein dan Stephen Hawking. Ia juga seorang perintis teori, tepatnya teori string dalam fisika partikel elementer yang pernah berjaya pada dasawarsa 1990-an.

Kaku dalam menulis Physics of the Future menempuh rute yang sama dengan jalan yang dilalui Verne menggubah Paris in the Twentieth Century. Ia mewawancarai sekaligus masuk laboratorium 300 ilmuwan dan teknolog terkemuka—kebanyakan bermarkas di AS— yang sudah tiba di masa depan melalui laboratorium mereka. Empat belas di antaranya peraih Nobel fisika, kimia, dan kedokteran.

Berdasarkan wawancara itu, ia menggambarkan bagaimana sains mengubah nasib manusia dan kehidupan kita sehari-hari menjelang 2100 terkait dengan komputer, inteligensi buatan, pengobatan kanker dan penyakit genetik, nanoteknologi, energi, serta wisata ke luar angkasa. Misalnya, sebelum memasuki abad ke-22 dinubuatkan kita akan mengendalikan komputer dengan sensor otak sehingga, seperti pesulap, akan dapat menggerakkan benda di sekitar kita dengan kekuatan pikiran.

Pengobatan kanker dengan nanopartikel pada 2030, kata Kaku, sudah memperlihatkan titik cerah. Sekelompok ilmuwan Universitas California di Santa Cruz telah membuat nanopartikel emas berdiameter 20-70 nanometer yang, dengan suatu peptida dan sinar inframerah sebagai penggetar, berhasil merontokkan tumor kulit pada tikus.

Ilmu dasar untuk menaikkelaskan inovasi ini sehingga dapat diterapkan bagi pengobatan kanker pada manusia sedang dibangun. Karena akselerasi sering berlangsung di dunia penelitian, bukan tak mungkin nanopartikel untuk pengobatan kanker akan menemukan aktualisasinya jauh sebelum 2030.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com