Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korea Utara, Negeri yang Penuh Misteri

Kompas.com - 21/12/2011, 05:52 WIB

KOMPAS.com — Kematian Kim Jong Il membuat Korea Utara berduka. Mari kita melongok "bangsa yang serba tertutup" itu dari kacamata orang-orang yang pernah berkunjung ke sana. Salah satunya dikisahkan oleh Brit Simon Cockerell, pekerja pada sebuah biro perjalanan yang sudah lebih dari 100 kali masuk keluar Korut, yang pernah menetap di Beijing, China.

Saat pertama Cockerell mengunjungi Korut, dia mendapat kesan betapa bersihnya negeri itu. Tidak ada polusi udara di Pyongyang. Ini amat berbeda dengan Beijing yang udaranya sangat kotor. Pyongyang juga tidak "dikotori" papan reklame dan lalu lintas tak macet.

Salah satu peristiwa langka di Pyongyang ialah kebiasaan mereka melakukan senam aerobik di pagi hari dengan rekan satu "unit kerja". Pada saat istirahat makan siang, para pekerja juga mengisinya dengan merangkai sebuah jaring atau net, atau membuat garis di jalan untuk membentuk lapangan voli, demi mengisi waktu.

"Kota ini seperti kota mati sepanjang minggu. Hanya ada sedikit bar di Pyongyang, tetapi sudah tutup sejak pukul 22.00. Tidak ada keramaian di kota ini. Ini sebuah kenyataan aneh karena kota ini dihuni oleh sekitar 3 juta orang," kata Cockerell di situs CNN.

Dia telah mengunjungi Korut lebih dari 100 kali. "Tidak ada hiruk-pikuk keramaian. Segala sesuatunya berlangsung begitu singkat, sekitar lima menit. Biasanya, pada hari pertama Anda akan mengatakan kepada diri Anda sendiri, 'Gila, saya saat ini sedang berada di Korut, ke mana saja warganya'?"

Korut adalah masyarakat pekerja. Di sini, hari kerja berlangsung selama enam hari, dan anak-anak lebih sering berada di sekolah. "Pada akhir pekan mungkin saja Anda bisa melihat orang-orang bermain atau berada di taman," kata Cockerell.

"Ini sebuah negara yang sangat miskin. Orang tidak menghabiskan uang karena tidak memilikinya, dan tak banyak orang yang mampu membeli."

Cockerell bekerja di sebuah perusahaan pariwisata, Koryo Group, yang berpusat di Koryo.

Nicholas Bonner, yang juga tinggal di Beijing, mendirikan perusahaan yang menawarkan wisata mulai dari dua hari kunjungan ke Pyongyang hingga 16 malam perjalanan di seluruh negeri.

Para pelanggan khas Koryo adalah petualang dan pelancong baik-baik. Banyak pelancong menikmati perjalanan mereka. Kadang Anda bisa saja melihat seorang pria aneh tampak menyeberangi jalan sambil mungkin mencurigai Anda. Bisa saja mereka itu mata-mata.

Tak bisa bertanya

Apakah akan lebih tertarik jika berada di sana? Sungguh tidak ada hal yang bisa diketahui dengan pasti. Anda tidak dapat meminta pertolongan dari seseorang dan mendapatkan jawaban pertanyaan. Negeri ini penuh misteri.

Salah satu alasan mengapa hanya ada sedikit mobil di Pyongyang tidak lain karena sulitnya mendapatkan bahan bakar. BBM impor sangat mahal.

Bersenang-senang, minum minuman keras, dan menari tidak dilarang, tetapi kebanyakan orang lebih suka menghabiskan waktu mereka di rumah dengan teman dan keluarga. Berkurangnya polusi tidak berarti ada komitmen kuat pemerintah untuk mengatur kualitas udara.

"Meski demikian, tidak berarti tidak ada kegiatan industri di sini, atau bukan sedang terjadi kesulitan ekonomi," kata Cockerell.

Dalam beberapa tahun terakhir, Cockerell melihat pedagang China menjual pakaian. "Pakaian dijual murah, modelnya sangat terbatas. Hanya sedikit orang yang menggunakan telepon seluler," katanya.

Menurut Cockerell, para wisatawan tidak boleh membawa telepon seluler saat masuk ke negeri itu, tetapi akan mendapatkannya kembali ketika meninggalkan negeri itu. Akan tetapi, iPad, komputer, dan perangkat digital seperti membaca, diperbolehkan. Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya.

Koryo dapat mendatangkan sekitar 1.500 turis asing ke Korut, termasuk kunjungan dua hari senilai sekitar 700 euro. Cukup banyak juga turis yang melakukan perjalanan selama 16 hari. Selama tur yang panjang ini, Koryo menggunakan pesawat carter swasta untuk terbang ke pantai barat atau daerah tujuan wisata lain walau bisa juga menggunakan kereta api.

Sebagian besar bangunan di Pyongyang dirancang berbentuk kotak dan datar. Kota ini dihiasi dengan monumen-monumen raksasa aneh. Gambar pemimpin Kim Jong Il bertebaran di banyak tempat. Tidak ada agama yang terorganisasi dengan baik di sini, dan hanya ada sedikit gereja di Pyongyang. "Saya yakin orang merasakan kehancuran yang luar biasa itu saat ini," kata Cockerell. (CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com