Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusaknya Otak dan Hati

Kompas.com - 08/03/2012, 09:46 WIB

Meski demikian, banyak orang tak telaten mengolah mental. Pada saat bersamaan, pengaruh negatif bagi mental datang bertubi-tubi setiap hari. Kondisi dan informasi yang pesimistis, maraknya tayangan kekerasan dan seks bebas, serta hilangnya kehangatan di rumah membuat otak mempersepsikan berbagai hal negatif itu sebagai tindakan wajar.

”Sesuatu yang terpatri di otak sulit untuk dilupakan,” katanya.

Secara teoritis, kata Taufiq, kerusakan korteks prefrontalis bisa diperbaiki. Namun, manfaatnya perlu dipertimbangkan karena penyembuhan tanpa diikuti intervensi mental akan percuma akibat sifat neuroplastisitas otak.

Ahli psikologi motivasi Universitas Gadjah Mada, yang juga Wakil Ketua Asosiasi Psikologi Islami, Bagus Riyono, mengungkapkan perspektif berbeda. Dalam pengetahuan Barat, otak memang menjadi pengendali atas segala perilaku manusia. Namun, dalam perspektif Timur, yaitu Jepang, China, Indonesia, serta agama Islam, perilaku ataupun otak manusia dikendalikan hati nurani.

Tindak kekerasan memang bersumber dari amigdala. Namun, jika hati kuat, orang bersangkutan mampu mengendalikan perilakunya. ”Otak hanya eksekutor, pengambil keputusan di hati,” ujarnya.

Bagus mengakui, studi neurosains Barat tentang hati belum banyak karena mereka kurang memercayai spiritualitas. Meski demikian, belum ada penjelasan tentang siapa yang mengendalikan otak.

”Hati nurani memang sesuatu yang abstrak, posisinya tidak jelas di bagian mana dalam tubuh. Tetapi, dampaknya bisa dirasakan seluruh tubuh,” ujarnya.

Contoh sederhana adalah perasaan cinta. Ekspresi cinta sering kali tak rasional, tetapi hati justru bisa menerimanya.

Pendidikan spiritual

Taufiq dan Bagus sama-sama menekankan pentingnya pendidikan spiritual, baik bagi otak maupun hati nurani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com