Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusaknya Otak dan Hati

Kompas.com - 08/03/2012, 09:46 WIB

Menurut Taufiq, teknologi paling canggih untuk memengaruhi otak adalah pendidikan spiritual, mulai dari pendidikan keluarga, sekolah, hingga lingkungan sekitar. Namun, sistem pendidikan Indonesia justru lebih mengedepankan aspek kognitif.

Pendidikan juga lebih banyak mengembangkan hal-hal yang bersifat ritual dan simbolik, bukan substansial. Akibatnya, pewarisan nilai-nilai luhur bangsa tidak berlangsung optimal.

Kondisi itu diperparah dengan hilangnya keteladanan orang yang lebih tua sebagai panutan. Komunitas pendorong kebaikan yang ada di masyarakat, seperti kelompok keagamaan, justru berubah menjadi komunitas yang eksklusif.

”Pengalaman bangsa-bangsa maju menunjukkan, pengembangan otak harus dilakukan secara serius, tidak bisa otak dibiarkan tumbuh alamiah,” kata Taufiq.

Bagus menambahkan, sejumlah sekolah memang mencoba mengembangkan pendidikan karakter. Namun, pola pendidikan yang dikembangkan masih menekankan aspek kognitif. Akibatnya, kejujuran, kesetiakawanan, empati, dan toleransi hanya menjadi uraian kata-kata teoritis tanpa ada contoh langsung bagaimana melakukan hal- hal itu disampaikan dengan penuh ketulusan.

Kompleksnya persoalan sosial politik kemasyarakatan membuat pendidikan dalam keluarga menjadi sangat penting. Sayangnya, akibat kesibukan orangtua, pendidikan spiritual dalam rumah justru dinomorduakan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com