Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawan Kanker Lewat Kekebalan Tubuh

Kompas.com - 27/03/2012, 07:08 WIB

Prof Runsheng Ruan, peneliti rekayasa biologi dan nanoteknologi yang lama bekerja di pusat penelitian kanker di Swiss dan Singapura yang kini bekerja di RS Fuda, menambahkan, lemahnya respons kekebalan tubuh pasien terhadap pertumbuhan sel kanker merupakan penyebab utama parahnya penyakit. Imunoterapi bermanfaat untuk mengobati semua keganasan. Lewat induksi dan stimulasi sel imun, terapi itu berhasil membasmi dan menekan pertumbuhan sel kanker. Kanker bisa terjadi di pelbagai organ, termasuk paru, hati, pankreas, lambung, usus, payudara, kandung telur, ginjal, otak, kelenjar getah bening, dan leukemia.

Imunoterapi sendiri merupakan kombinasi dari pemanfaatan sel T (T-cells), vaksin sel dendrit (DC), cytokine induced killer (CIK) cells, sitokin, vaksin campur (MV), serta obat modern dan obat tradisional China untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

Sel T adalah bagian dari darah putih pasien yang memiliki kemampuan pertahanan dan aktivitas membasmi sel kanker. Sel T diambil dari tubuh pasien, dipilih yang bagus, dan diperbanyak. Hasilnya dimasukkan kembali ke tubuh pasien untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan membasmi sel kanker. Adapun sel dendrit berfungsi memproses dan menunjukkan antigen tumor agar dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh. Pada pasien kanker, selain kekebalan tubuhnya lemah, sel dendrit biasanya cacat atau tidak matang sehingga tidak mampu menandai zat-zat pengganggu tubuh. Vaksin campur digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Demikian pula CIK cells yang merupakan campuran dari interferon gamma, anti-CD3, interleukin 2 dan interleukin 1 beta, serta sitokin, seperti interleukin 2, interferon, atau thymosin 1. Adapun obat tradisional China digunakan untuk menunjang terapi, misalnya sebagai penambah nafsu makan dan meningkatkan kesehatan.

Prosedur yang dilakukan, kata Xu, 60-80 ml darah pasien diambil untuk mengisolasi sel yang dibutuhkan (sel T dan sel dendrit) untuk diperbanyak. Pada hari yang sama, 0,5-1,5 ml campuran vaksin disuntikkan di bawah kulit dekat area tumor. Campuran vaksin disuntikkan setiap minggu selama tiga minggu, diseling istirahat selama dua minggu. Hal serupa dilakukan pada penyuntikan 0,5-1 ml sitokin, misalnya interleukin 2. Setelah diperbanyak, sel T dan sel dendrit dimasukkan ke tubuh pasien pada hari ke 8-12. ”Sel dendrit dan sel T sebaiknya diambil dari darah pasien. Jika tidak cukup, sel T bisa diperoleh dari darah orang lain,” kata Xu.

Memperpanjang hidup

Hasilnya, Xu menuturkan salah satu kasus, yaitu pasien Tang (59), penderita sinus melanoma (kanker hidung). Ia dioperasi di rumah sakit di Shanghai akhir tahun 1991 dilanjutkan dengan radioterapi, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Maret 1992, Tang dirawat di RS Fuda dan mendapatkan suntikan vaksin campur antikanker setiap minggu selama 6 bulan. Waktu pemberian vaksin dikurangi secara bertahap sampai diberikan sebulan sekali. Total pemberian vaksin adalah 8 tahun 2 bulan. Dengan imunoterapi, Tang bertahan hidup sampai tahun 2004.

Berdasarkan penelitian RS Fuda, Xu memaparkan, dari 38 pasien kanker stadium lanjut yang diberi imunoterapi dan diikuti sejak tahun 1995, ada 26 orang yang hidup sampai 15 tahun.

Terkait efek samping, menurut Xu, sejauh ini tidak ditemukan yang serius. Tidak seperti kemoterapi yang bisa menyebabkan rambut rontok, mual, muntah, dan kerusakan organ vital, efek samping imunoterapi tergantung kondisi pasien. Biasanya berupa demam beberapa jam. Pasien akan kedinginan dan merasakan gejala seperti flu, seperti sakit kepala, punggung pegal, dan mual. Hal lain, nyeri di bagian tumor dan bengkak di bekas suntikan. Namun, semua itu bisa teratasi tanpa minum obat tambahan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com