Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusakan Hutan Terabaikan

Kompas.com - 20/04/2012, 01:44 WIB

Senada dengan Hasviah, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus mengatakan akan meminta pemerintah pusat membantu penanganan perambahan hutan. Selain aktivitas perambahan lama belum terselesaikan, perambahan baru juga terjadi di sejumlah lokasi. ”Kami kewalahan. Makin banyak perambah yang masuk ke kawasan hutan lindung dan taman nasional,” katanya.

Bahkan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf berpendapat, pihaknya tak berperan dalam mengawasi taman nasional karena Kemenhut telah membentuk unit pelaksana teknis di Riau, yakni Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang berfungsi mengawasi hutan konservasi.

”Kawasan konservasi sepenuhnya wewenang pusat. Sesuai aturan, tugas kami hanya menjaga hutan produksi yang berada minimal di dua kabupaten/kota yang belum diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan,” ujarnya. Kerusakan di TNTN sekitar 28.500 hektar.

Di KEL, Aceh, kerusakan terparah dipicu alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, pembalakan liar, dan pembangunan jalan. Saat ini, selain 40 perusahaan pertambangan, ada pula 16 perusahaan perkebunan beroperasi dalam KEL.

”Semestinya kawasan KEL tak diperuntukkan bagi permukiman dan infrastruktur, apalagi perkebunan dan pertambangan. Ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 yang menetapkan KEL sebagai kawasan strategis nasional,” kata Kepala Bidang Pemanfaatan Lingkungan KEL Teddy Azima. KEL seluas 2,7 juta ha meliputi 2,2 juta ha di Aceh dan 500.000 ha di Sumut.

Tumpang tindih

Tingginya tingkat perambahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung, tidak lepas dari tumpang tindihnya aturan soal tapal batas wilayah. Karena itu, Polres Tanggamus sedang menelusuri indikasi terjadinya pungutan liar terhadap perambah di wilayah Pematangsawa.

Di Pematangsawa, sebagian perambah menguasai tanah yang masuk kawasan TNBBS dengan membeli dari oknum pejabat desa (kepala pekon) setempat. ”Ada yang beli Rp 2 juta-Rp 3 juta per ha. Mereka diimingi sertifikat. Kami telah menangkap salah seorang dari mereka yang ternyata suami kepala pekon di Tiron,” ujar Kepala Polres Tanggamus Ajun Komisaris Besar Bayu Aji.

Ada pula pungutan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap obyek tanah yang dikuasai perambah, seperti di Rata Agung dan Lemong, Kabupaten Lampung Barat. ”Kami mensinyalir pajak ini muncul akibat ketidakpahaman dan kurangnya koordinasi aparat desa,” ujar Kepala Bidang Wilayah I TNBBS Iwen Yuvanho.

Terkait penertiban, Kepala Balai Besar TN Gunung Leuser Andi Basrul mengatakan akan menempuh langkah represif untuk mengusir perambah. Ia akan meminta bantuan TNI dan Polri serta mengajak masyarakat yang peduli kelestarian hutan untuk mengusir perambah.

Juni 2011, petugas TNGL dibantu polisi coba mengusir perambah. Aksi itu dilawan dan sempat ricuh sehingga 11 orang, termasuk polisi, terluka dan dirawat di rumah sakit. ”Butuh waktu lama dan kesabaran tinggi. Namun, ini yang bisa kami lakukan,” kata Kepala Bidang Teknis Konservasi BB TNGL Genman S Hasibuan.

Hingga kini, 22.100 ha TNGL di Sumut dirambah. Sekitar 15.000 ha di antaranya dijadikan permukiman dan perkebunan kelapa sawit dan karet. Adapun jumlah perambah 6.000 jiwa. Mereka tersebar di Sei Minyak, Bara Induk, dan Damar Hitam.

(ITA/JON/MHF/ADH/SAH/HAN/HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com