Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makin Banyak Wanita Alami Menopause Dini

Kompas.com - 20/06/2012, 14:31 WIB

Kompas.com - Menopause merupakan peristiwa alamiah yang dialami perempuan berusia di atas 45 tahun. Namun ada beberapa perempuan yang mulai mengalami berhentinya haid ini di usia sangat muda, yang disebut dengan istilah menopause dini.

"Menopause dini kini semakin sering ditemui," kata Nick Panay, kepala British Menopause Society. Dulu, menopause dini dialami sekitar 1 persen perempuan. Tetapi studi yang dilakukan peneliti dari Imperial College London menemukan sekitar 6 persen (1 dari 16) wanita mengalaminya.

Salah satunya adalah Amanda Warne. Di usia 21 tahun, perempuan yang aktif berolahraga ini menyadari haid-nya mulai tak teratur datang. Dokter menuding  terlalu stres dan berolahraga berlebihan sebagai penyebab terlambatnya haid.

Beberapa tahun kemudian Amanda makin sering datang ke dokter dengan berbagai keluhan, antara lain karena emosi yang tidak stabil dan depresi. Dokter kemudian melakukan tes darah untuk melihat kadar hormonnya. Akhirnya dokter mendiagnosanya menderita menopause dini.

"Saya sungguh tak percaya, saat itu saya sedang menikmati masa kuliah dan menjalin hubungan serius dengan pria," katanya.

Amanda kemudian mulai mengalami berbagai gejala yang lazim diderita wanita yang sudah menopause, seperti semburan panas, depresi, serta mudah kelelahan.

Penyebab

Para pakar menjelaskan menopause dini atau premature ovarian failure (POF), terjadi ketika ovarium berhenti bekerja sebelum seorang wanita berusia 40 tahun, meski ada juga pakar yang menyebut angka 45 tahun.

Belum jelas benar apa yang menyebabkan kondisi tersebut. Beberapa pakar menuding gaya hidup sebagai pemicunya. Para ahli dari Imprial College menemukan kaitan antara merokok dengan menopause dini.

Penelitian lain yang dipublikasikan tahun 2011 menunjukkan kaitan antara menopause dini dengan PFCs, bahan kimia yang ditemukan di wajan anti lengket dan kemasan makanan. Level PFCs tinggi dalam darah terkait dengan rendahnya level hormon estrogen.

Faktor genetik diduga ikut berperan. Jika seorang wanita mengalami menopause lebih cepat, biasanya keturunannya akan mengalami hal serupa. Penggunaan obat pelangsing secara serampangan dan terlalu banyak juga terbukti menghambat produksi estrogen dan merusak ovarium.

Panay juga menjelaskan faktor kemoterapi dan radiasi pada anak-anak penderita kanker bisa berpengaruh pada terjadinya menopause dini.

Risiko kesehatan

Berkurangnya hormon estrogen saat menopause menyebabkan berbagai masalah, seperti gejolak panas, sukar tidur, jantung berdebar, pusing, hingga libido menurun. Gangguan jangka panjang yang harus dihadapi antara lain osteoporosis, peningkatan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, serta hipertensi.

Para ahli di Amerika Serikat baru-baru ini mengungkapkan bahwa wanita yang menderita menopause dini juga rentan mengalami stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak.

Tantangan dalam penanganan menopause ialah mengatasi rendahnya estrogen. Salah satu upaya ialah dengan terapi hormon mengandung estrogen atau kombinasi estrogen dan progestogen guna menggantikan progesteron alami.

"Estrogen berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan, termasuk pembuluh darah, kulit, ligamen, dan tulang," kata Dr.Kevin Harrington, ahli ginekologi dari Bupa Cromwell Hospital di London.

Terapi hormon berfungsi menggantikan hormon estrogen yang hilang saat menopause sehingga gejala-gejala sementara, seperti gejolak panas, sukar tidur, jantung berdebar, dan tidak bisa menahan air kencing, bisa diatasi. Dapat pula menghambat osteoporosis sebagai akibat jangka panjang menopause.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com