Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapkan Manajemen Baru Mudik

Kompas.com - 28/08/2012, 05:54 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Perhubungan berjanji menerapkan manajemen baru mudik pada masa angkutan Lebaran 2013. Manajemen baru ini akan mendasarkan diri pada data yang diperoleh selama angkutan Lebaran 2012.

”Tentu saja akan ada evaluasi terhadap penyelenggaraan angkutan Lebaran. Besok (Selasa ini) akan ada evaluasi posko Lebaran di internal Kementerian Perhubungan. Kami segera menganalisis data yang ada,” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, Senin (27/8), di Jakarta.

Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI (Polri) menyebutkan, jumlah kecelakaan nasional pada masa mudik Lebaran (sampai H+6) mencapai 5.005 kasus, dengan korban tewas 908 orang, cedera berat 1.488 orang, dan cedera ringan 4.913 orang.

Bambang Susantono pun berharap ada sumbangsih data dari beberapa instansi untuk memudahkan penyusunan program manajemen baru. ”Salah satu sumber data berasal dari kepolisian. Kami juga akan mempertimbangkan data dari Jasa Raharja,” lanjutnya.

Dia mencontohkan, apabila dari data diketahui banyak kecelakaan sepeda motor terjadi malam hari, pemerintah berencana membatasi pergerakan pada malam hari. ”Andai kata diketahui terjadi banyak kecelakaan di suatu ruas tertentu, akan didirikan banyak posko di sana,” katanya.

”Minggu depan, saya juga akan mengevaluasi angkutan Lebaran bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Pak Hermanto Dardak,” kata Wakil Menteri Perhubungan.

Belum terima laporan

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, kemarin di kompleks Istana Presiden, Jakarta, menegaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menerima laporan dari Polri dan Kementerian Perhubungan terkait pelaksanaan arus mudik dan arus balik Lebaran 2012. Meski demikian, Presiden sudah mengetahui tingginya angka korban jiwa selama arus mudik dan arus balik.

”Bapak Presiden sangat prihatin dengan banyaknya korban jiwa, apalagi tujuan mudik sebenarnya adalah untuk berkumpul dengan keluarga,” kata Julian.

Menurut Julian, setelah masa arus balik sepenuhnya selesai, kepolisian dan Kementerian Perhubungan akan menggelar evaluasi yang selanjutnya dilaporkan kepada Presiden. ”Kami belum mendapat laporan itu. Kita mengetahui bahwa kuantitas kendaraan yang mudik bertambah, tetapi belum dikaji bagaimana korelasinya dengan tingginya angka korban kecelakaan selama masa Lebaran,” ujarnya.

Sumbang pikiran untuk menekan angka kematian saat mudik Lebaran diungkapkan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan. ”Kalau pemerintah mau menyubsidi pemudik bersepeda motor, KAI akan angkut 150.000 sepeda motor,” ujarnya.

Jonan mengatakan, dalam waktu seminggu menjelang Lebaran, akan dioperasikan kereta barang berkapasitas 6.000 peti kemas ukuran 40 kaki. ”Satu unit peti kemas bisa mengangkut 25 sepeda motor,” ujarnya. Dengan demikian, selama arus mudik dan arus balik, kata Jonan, KAI dapat mengangkut 300.000 sepeda motor.

”Satu sepeda motor jika sistemnya borongan, ongkos kirimnya Rp 100.000 itu sudah kami packing. Kalau disubsidi, ya, pemudik pasti mau, tetapi jika harus bayar Rp 250.000 seperti dulu, ya, berat,” kata Jonan.

Apabila dihitung, kebutuhan dana untuk mengangkut 300.000 sepeda motor itu ”hanya” Rp 30 miliar. ”Kalau tahun depan berhasil, tahun berikutnya kapasitas kereta ditambah,” ujar Jonan.

Ketua Umum Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena pun menyarankan agar uang pertanggungan korban meninggal dunia dan kecelakaan digunakan untuk menyubsidi angkutan Lebaran.

”Katakanlah ada 800 orang yang meninggal, maka pertanggungannya Rp 20 miliar. Siapkan saja uang itu, lalu gelar tender terbuka bagi pengusaha bus, maka kami dapat mengangkut pemudik dengan aman,” ujar Eka.

Eka menegaskan, uang pertanggungan Rp 20 miliar banyak berarti bagi keselamatan pemudik. ”Sementara jika uang pertanggungan Rp 25 juta diberikan kepada keluarga korban, tidak banyak artinya. Apalagi jika yang meninggal dunia merupakan tulang punggung keluarga,” lanjutnya.

Batasi isi silinder

Sebanyak 61 persen angka kecelakaan dan kematian berasal dari pemudik yang menggunakan sepeda motor. Ketua Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik pada Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno mengusulkan, pemerintah perlu menetapkan batas maksimal isi silinder (cc) sepeda motor untuk umum.

Penetapan batas maksimal isi silinder sepeda motor, ujar Djoko, dilakukan guna mengurangi kendaraan roda dua sebagai moda transportasi mudik atau jarak jauh kecuali sepeda motor berkapasitas besar.

”Regulasi mengenai moda transportasi sepeda motor penting supaya angka kecelakaan lalu lintas saat arus mudik dan arus balik setiap tahun dapat diminimalisasi. Sepeda motor mendominasi paling banyak terlibat kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal,” lanjutnya.

Menurut Djoko, jika tidak mampu melakukan regulasi pembatasan isi silinder sepeda motor, sebaiknya pemerintah mengatur pembatasan kecepatan maksimal semua moda transportasi, khususnya di Jawa, yang digunakan saat mudik.

Kecepatan laju mobil di jalan yang dipakai untuk mudik dibatasi di bawah 80 kilometer per jam, sedangkan batas kecepatan sepeda motor kurang dari 50 kilometer per jam. Batas kecepatan ini harus diawasi ketat oleh petugas kepolisian di semua daerah yang jalannya sudah dipetakan sebagai jalur mudik.

”Untuk jalan-jalan tertentu di daerah yang rawan kecelakaan, perlu ditetapkan sebagai kawasan bebas sepeda motor. Polisi perlu menindak tegas pelanggaran sepeda motor yang melanggar dan melintasi kawasan bebas sepeda motor,” ujarnya.

Selain itu, rencana pemerintah menyiapkan anggaran subsidi energi tahun 2013 sebesar Rp 274,74 triliun seyogianya dialihkan guna perbaikan sarana infrastruktur transportasi umum, termasuk penyediaan moda yang nyaman.

(RYO/ATO/RAZ/WHO/ABK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com