KOMPAS.com - Masih banyak orang tak terlalu peduli dengan kemasan pangan. Padahal kemasan berperan penting dalam menentukan aman tidaknya pangan yang dikonsumsi, terutama pangan olahan. Bila pangan dikemas dengan plastik atau material yang mengandung beracun, bukan tak mungkin kandungan toksinnya dapat mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh.
Salah satu zat kimia beracun yang sering ditemukan dalam kemasan seperti plastik atau kaleng makanan adalah Bisphenol-A (BPA). Zat yang satu ini biasanya tidak disebut dalam label komposisi makanan atau minuman. Tetapi bukan berarti kita tidak mengonsumsinya. Secara tidak sadar, BPA bisa masuk ke dalam tubuh bila kita tidak bijaksana dalam pemilihan makanan olahan yang dikemas.
BPA adalah zat ini sudah digunakan untuk kemasan makanan sejak 1950an. BPA adalah esterogen sintetik yang ditemukan dalam kemasan minuman yang dapat dipakai ulang, keping DVD, telepon selular, lensa kacamata dan bagian dari perangkat automobile.
Di pasar atau supermaket, kita biasa menemukan BPA dalam produk air minum yang dikemas plastik berbahan polikarbonatdan dan beberapa kaleng makanan. Zat ini juga dapat ditemukan pada kertas thermal yang digunakan sebagai bon pembayaran di kasir.
BPA yang digunakan untuk kaleng dan botol dapat menyerap ke dalam makanan dan minuman. BPA bisa menyerap sempurna dalam produk makanan kalengan yang asam, asin atau berlemak seperti santan, tomat, ikan, sup, dan sayur. Dengan meningkatnya penggunaan BPA dalam kemasan pangan, bukan tidak mungkin bahan kimia ini masik mudah masuk ke dalam tubuh.
Survei yang dilakukan Center for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat pada 2003 sampai 2004 menemukan, 93 persen dari 2.500 responden memiliki BPA dalam tubuhnya. Pada 2011, penelitian yang dilakukan Harvard School of Public Health menemukan, orang yang mengonsumsi sup kalengan tiap hari selama 5 hari mengalami kenaikan BPA sampai 1.000 persen dalam tubuhnya. Kenaikan zat BPA itu ditemukan dalam air seni setelah dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi sup segar selama 5 hari.
BPA juga bahkan mulai merambah pada produk botol susu bayi. Bagaimanapun sebelum BPA bisa dialihkan dari kemasan hidangan, berikut tips untuk mengurangi paparannya
Menurut para ahli dari Duke Medicine, penelitian pada hewan telah memunculkan kekhawatiran bahwa dampak BPA bagi kesehatan mungkin dapat berpengaruh pada manusia. Zat ini diyakini dapat menimbulkan beragam gangguan, mulai dari masalah organ reproduksi, perilaku, obesitas hingga kanker.
Padan pengawas obat dan makanan AS (FDA) juga telah mewaspadai isu ini dan mulai mengambil langkah untuk membatasi paparan BPA pada produk pangan, termasuk di antaranya melarang penggunaan BPA dalam botol susu bayi.
BPA hingga saat ini belum dilarang penggunaannya dalam kemasan plastik. Namun untuk membatasi serta mengurangi ancaman dari paparannya, berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil :
1. Pilih kemasan yang berlabel 'Bebas BPA' atau 'BPA Free'
2. Pilihlah kemasan berbahan kaca, porselen, atau stainless steel daripada aluminium dan plastik
3. Jangan pilih platik botol dengan kode atau nomor recycling 3 atau 7 pada adasar botol. Nomor 6 juga sebaiknya jangan dipilih.
4. Jangan panaskan kemasan plastik dalam microwave
5. Jangan cuci atau kembali menggunakan kemasan tanpa label 'Bebas BPA' atau 'BPA Free.'
6. Kurangi konsumsi pangan dalam kaleng kecuali berlabel 'Bebas BPA' atau 'BPA Free.'
Selain tips diatas, berikut tiga tipe kemasan plastik yang wajib dihindari :
1. Kemasan plastik bernomor 3 Kemasan ini berbahan PVC yang merangsang pertumbuhan sel kanker (karsinogen). Kode atau nomor 3 mungkin melepaskan racun pada makanan dan minuman. Risiko akan semakin tinggi bila kemasan dicuci, dipanaskan, atau didinginkan. Kemasan plastik yang fleksibel berpeluang besar mengandung BPA.
2. Kemasan plastik bernomor 6. Kemasan ini berbahan PS, atau yang biasa dikenal sebagai styrofoam. Kemasan ini akan melepaskan racun bila dipanaskan.
3. Kemasan plastik bernomor 7 (Other). Ditemukan dalam botol bayi, botol air minum dan pengemas lainnya. Nomor 7 mengandung Bisphenol A. Zat ini berefek pada perubahan kinerja saraf dan tingkah laku, serta pubertas yang terjadi lebih dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.