Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2013, 11:30 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com - Seribu wajah, begitulah sebutan bagi penyakit lupus. Kelihaiannya menirukan gejala beberapa penyakit menyebabkan penderita sulit mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya.

Tak hanya pasien, banyak dokter kerap terkecoh dengan penyakit bernama asli Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ini. Alhasil, pasien tak kunjung sembuh karena pengobatan yang tidak tepat sasaran.

Hal itu pula yang dialami Dewi Wulandari, perempuan 27 tahun asal Bengkulu.  Ia menuturkan, saat terdeteksi lupus pada Mei 2012, ia tak mengira bila bercak merah pada wajahnya adalah pertanda awal penyakit berlambang kupu-kupu ini.

"Saya kira akibat kepanasan. Karena waktu itu aktivitas sedang di lapangan," kata Dewi.

Namun gejala tersebut dibarengi dengan rambut yang terus rontok. Dewi pun memutuskan konsultasi dokter kulit untuk menyembuhkan bercak merahnya yang meluas. Dari kunjungan tersebut, Dewi menerima suntikan serum. Alih-alih sembuh, wajah Dewi malah membengkak, rambutnya pun makin rontok nyaris gundul. Tubuhnya menjadi sangat lemah.

"Akhirnya saya ke Jakarta. Dugaan lupus memang sudah ada dari salah satu dokter, namun tidak dibarengi tes memadai," ujarnya.

Bila diingat, lanjut Dewi, bercak pada wajahnya itu memang berbentuk kupu-kupu serupa lambang lupus. Penyakit ini juga menyerang organ liver Dewi, hingga mengalami pembengkakan.

Saat didiagnosis lupus, awalnya Dewi tak terima. Apalagi keluarganya tak ada yang menderita penyakit ini. Berkat dukungan keluarga dan teman, Dewi mampu berjuang mengatasi penyakit ini.

Perawatan selama 30 hari pada 2012 berhasil dilaluinya. Namun di tahun ini, Dewi kembali terserang lupus. "Saya sempat stres. Jadi lupus kembali flare up," kata Dewi.

Padahal sebelumnya, Dewi bersama beberapa kawan dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI) mendaki gunung Gede Pangrango Sukabumi. Saat itu, dalam kegiatan yang bernama Lupus Goes to Nature (LGTN) ini, Dewi mengunjungi air terjun yang berjarak cukup jauh.

Jalan yang menanjak, mensyaratkan penderita lupus dalam keadaan fit. Yang lebih penting, penderita harus optimis, bersemangat, dan yakin akan kemampuan diri. Penderita harus menepis anggapan, dirinya tidak mampu. Suntikan semangat didapatnya dari kegiatan tersebut.

"Karena itu, saya janji ini jadi stres yang terakhir. Saya akan memandang hidup lebih positif," kata Dewi.

Penyakit unik

Menurut pemerhati masalah lupus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof.dr.Zubairi Djoerban Sp.PD. penyakit lupus memang unik. Lupus menyerang sistem kekebalan sampai rusak, lalu berbalik menyerang tubuh sendiri. 

Normalnya, sistem kekebalan akan melindungi tubuh dari serangan virus, bakteri, dan benda berbahaya lain. Tapi pada penderita lupus, sistem kekebalan tubuh ini justru menyerang balik si empunya karena kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara zat asing yang berbahaya bagi tubuh dan sel tubuh sendiri.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau