KOMPAS.com - Berdasarkan temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI selama bulan Ramadhan 2013, zat berbahaya masih saja digunakan dalam panganan berbuka puasa atau takjil.
Hasil pengawasan BPOM terhadap panganan takjil di seluruh Indonesia menunjukkan, dari 2.256 sampel yang diperiksa, 297 di antaranya tak memenuhi syarat. BPOM mengambil dari para penjaja di pasar tradisional, toko, swalayan, dan tempat-tempat yang khusus menjual pangan buka puasa.
"Paling banyak ditemukan pada kudapan dengan hasil mencapai 40 persen. Sama seperti tahun lalu, kudapan masih jadi yang tertinggi," kata Plt. Kepala BPOM RI, Hayati Amal dalam keterangan pers di Jakarta pada Kamis (1/8/2013).
Menurut Hayati, kategori tidak memenuhi syarat (TMS) adalah panganan yang mengandung pengawet, pewarna, atau penambah rasa yang berbahaya bagi tubuh. Penggunaan zat kimia dalam kudapan menyebabkan panganan tampak lebih baik, awet, dan renyah.
Zat pengawet yang biasanya digunakan adalah formalin, sedangkan zat pewarnanya rhodamin B atau methanil yellow. Untuk penambah rasa, bahan yang digunakan sakarin atau siklamat untuk manis dan boraks untuk renyah.
Sejak tahun 2011 penemuan zat kimia berbahaya dalam takjil terus menurun. Pada 2011 temuan mencapai 560, dan menjadi 464 pada 2012. Penurunan dikarenakan kesadaran masyarakat dan penjual akan zat berbahaya mulai tumbuh.
Masyarakat yang tak mau mengonsumsi hidangan dengan zat berbahaya, mulai mencurigai hidangan yang berwarna terlalu cerah, berbentuk terlalu bagus, dengan rasa terlalu manis, atau terlalu renyah. Akibatnya, permintaan panganan tersebut turun.
"Kita terus melakukan pengawasan. Karena penggunaan zat berbahaya ini akan selalu ada," kata Deputi Bidang Pengawasan dan Keamanan Pangan Berbahaya BPOM RI, Roy Sparingga.
Pengawasan juga dilakukan di pasar atau retailer tempat produsen mendapatkan bahan tersebut. Formalin, boraks, dan rhodamin B memiliki efek negatif yang mengerikan. Zat ini mengakibatkan pengerasan hati (sirosis), yang terjadi lebih cepat 20-30 tahun. Zat berbahaya tersebut juga berpotensi merusak sistem penyaringan (filtrasi) darah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.