Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diabetes Tipe 2 Bukan Kiamat... Masih Ada Solusinya!

Kompas.com - 16/05/2016, 08:58 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com –
Tujuh tahun menjadi pengidap diabetes tipe 2 membuat Tapian Manulang (40) tak memiliki banyak pilihan untuk hidup semaunya. Pola makan sehat dan rutin mengonsumsi obat sudah menjadi aktivitas keseharian.

Akan tetapi, hidup dengan pola seperti itu tak juga membuat dia bebas dari diabetes. Bahkan, dampak diabetes sudah menyebar sehingga terjadi komplikasi pada mata Tapian. Sudah rabun, tubuhnya tetap saja sering lemas.

Pengobatan demi pengobatan terus Tapian upayakan. Sampai akhirnya berbekal informasi yang didapat, dia memberanikan diri bertolak menuju China. Di sana dia menjalani operasi bypass lambung.

Operasi Tapian berlangsung pada Sabtu (5/3/2016), selama sekitar 1,5 jam. Hanya butuh lima titik dibuka memakai teknik laparoskopi atau minimal invasif untuk operasi ini.

Apa itu bypass lambung?

Tindakan medis yang dijalani Tapian jauh-jauh hari sebelumnya sudah dikenal sebagai alternatif solusi bagi para penderita obesitas. Namun, merujuk situs web diabetes.org, American Diabetes Association menyatakan, operasi ini juga dapat menjadi alternatif solusi bagi penderita diabetes tipe 2.

Syarat untuk menjadikannya efektif sebagai alternatif solusi bagi penderita diabetes tipe 2 adalah pasien merupakan orang dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 35. Untuk orang Asia, angka efektif operasi ini adalah untuk IMT di atas 27,5.

Artikel yang sama menggarisbawahi, solusi ini terutama dapat menjadi pilihan bagi mereka yang kesulitan mengontrol gaya hidup atau tergantung pada konsumsi obat-obatan untuk kondisinya.

Ahli bedah dari Rumah Sakit Jinshazhou-Kedokteran Universitas Guangzhou, China Wu Liang Ping, memaparkan, operasi bypass lambung atau dikenal dengan gastric bypass procedure memastikan kada gula darah penderita diabetes tipe 2 tetap stabil.

"Operasi bypass akan mengurangi penyerapan makanan di usus. Penyerapan gula dan lemak di usus jadi lebih rendah jadi gula darahnya terkontrol," terang Wu, Kamis (10/3/2016), seperti dikutip Kompas.com.

Thinkstock Ilustrasi operasi bypass lambung.

Metode yang dilakukan, lanjut Wu, tergantung dengan kondisi pasien. Salah satu yang bisa dipakai adalah dengan mengubah aliran makanan di usus untuk mengurangi penyerapan.

“Bagian lambung juga dipangkas dari kapasitas 500 mililiter (ml) pada kondisi kosong, menjadi hanya sepertiganya, yaitu 50 ml,” ungkap Wu.

Dengan kapasitas lambung yang sedikit, pasien akan lebih cepat kenyang dan otomatis efektif menurunkan berat badannya.

“Operasi ini juga dapat meningkatkan sekresi insulin sehingga fungsi dan beban pankreas menjadi lebih ringan. Karena itu, operasi ini termasuk pengobatan jangka panjang,” imbuh Wu.

Fakta tersebut yang menjadi pertimbangan Tapian, pasien asal Indonesia dalam kisah pembuka di atas, untuk menjalani operasi itu. Selain Tapian, beberapa pengidap dibetes tipe 2 di Indonesia sudah melakukan hal yang sama.

Gaya hidup

Namun, sesudah operasi masih ada langkah yang harus dipatuhi pasien. Salah satunya soal rekomendasi makanan pasca-operasi.

Selama tiga pekan terhitung sejak hari operasi, pasien hanya akan mengonsumsi makanan cair, seperti, tajin, susu kedelai, susu sapi, kuah sayur, dan sop. Ingat, makanan dianjurkan tidak mengandung minyak dan lemak.

Shutterstock Susu kedelai
Lalu, sembilan pekan berikutnya pasien mulai menikmati masakan lembut. Bubur, sayuran empuk, dan ikan atau daging yang empuk, bisa jadi pilihan. Baru lah setelah tiga bulan sesudah operasi, pasien bisa mengonsumsi makanan normal.

Kini, Tapian tak harus lagi terus-menerus mengonsumsi obat untuk menjaga kadar gula darahnya. Diabetes baginya sudah bukan lagi penyakit yang tak tersembuhkan.

Di Indonesia, Tapian tak sendiri melakoni hari-hari sebagai pengidap diabetes. Dari data International Diabetes Federation (IDF) pada 2015, di Indonesia ada lebih dari 10 juta penduduk berusia 20 tahun hingga 79 tahun yang menderita diabetes.

Pada tahun itu, tercatat hampir 185.000 orang Indonesia meninggal karena diabetes. Itu pun, diperkirakan masih ada lebih dari 5 juta penderita diabetes yang tak terdata di luar sana.

Merujuk data yang sama, mayoritas penderita diabetes adalah warga perkotaan. Lalu, data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan menambahkan,  lonjakan angka penderita terjadi terutama pada diabetes tipe 2.

"Diabetes tipe 2 itu karena gaya hidup, olahraga kurang, dan dietnya,” ujar Kepala Balitbangkes Kemenkes, Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, seperti dikutip Kompas.com pada Jumat (14/11/2014).

Hasil riset kesehatan dasar Balitbangkes pada 2007 menunjukkan, ‎prevalensi nasional penderita diabetes berdasarkan pemeriksaan gula darah adalah 5,7 persen untuk penduduk berusia di atas 15 tahun dan tinggal di perkotaan. Pada 2013, angkanya naik menjadi 6,8 persen. 

Thinkstockphotos Ilustrasi

Melihat catatan itu, solusi untuk penyakit diabetes memang  sudah menjadi kebutuhan di Indonesia. Cek kesehatan rutin bisa jadi jalan untuk mencegah terkena diabetes.

Bila sudah mengidap penyakit ini, pemeriksaan rutin juga tetap diperlukan untuk memantau kondisi kadar gula sekaligus menentukan perlu atau tidaknya tindakan medis lebih lanjut.

Jika belum yakin untuk memeriksakan diri ke fasilitas medis secara langsung, sekarang ada layanan-layanan konsultasi yang bisa Anda sambangi. Di tempat layanan ini, Anda bisa mendapatkan informasi langkah apa yang harus ditempuh bila ada gelagat atau telah positif menderita suatu penyakit, termasuk diabetes.

Salah satu layanan itu adalah Norgen Health yang dipilih Tapian untuk mencari solusi bagi persoalan kesehatannya. Lembaga ini khusus melayani konsultasi untuk pengobatan ke China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau