Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/05/2016, 09:47 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Sugiyono (56), warga Banyumani, Kota Semarang dengan santainya duduk bersila disudut taman Alun-alun Bung Karno, Ungaran, Kabupaten Semarang, Minggu (29/5/2016) pagi.

Matanya memandang lalu lalang orang-orang yang tengah menikmati sejuknya udara pagi di alun-alun tersebut. Tangan kanannya mengamit sebatang rokok yang ia isap sesekali. Tenang sekali Sugiyono mengatur ritme mengisap rokoknya serasa tersirap dalam semedi.

Di tengah ekstase mengisap asap dari bara rajangan daun tembakau itu, Sugiyono dikejutkan oleh kehadiran 10 mahasiswa Stikes Ngudi Waluyo Ungaran, yang lengkap mengenakan jas putih ala dokter.

"Selamat pagi bapak, saya lihat tadi bapak merokok ya?," sapa salah satu dari para mahasiswa ini membuka pembicaraan. Sejurus kemudian, secara bergantian para mahasiswa yang rata-rata perempuan ini menjelaskan tentang bahaya tembakau atau merokok. Bahwa rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia.

Di Indonesia, dikatakan setiap jam sekitar 46 orang meninggal dunia karena penyakit yang berhubungan dengan rokok. Disebutkan bahwa kebiasaan merokok sedikitnya menyebabkan 30 jenis penyakit pada manusia. Semakin muda seseorang mulai merokok, makin besar risiko orang tersebut menderita penyakit saat tua.

"Bapak sekarang umur berapa? masih pengen panjang umur kan pak, masih pengen sehat sampai tua kan pak?," ujar salah satu mahasiswa lainnya.

Diterangkan pula bahwa dalam satu batang rokok terkandung sekitar 4.000 zat kimia, 200 jenis diantaranya adalah zat yang dapat memicu terjadinya kanker. "Hari ini sekali saja kami minta ya pak? bersediakah bapak matikan rokoknya, kita ganti dengan susu?," timpal Himatul Ulya (19), salah satu mahasiswa Farmasi Stikes Ngudi Waluyo.

Entah sadar atau sungkan karena tak berkutik dikelilingi para mahasiswa dengan serentetan pernyataan tentang bahaya merokok, akhirnya Sugiyono bersedia mematikan rokoknya yang masih tersisa separoh dan menerima sekotak susu yang diberikan para mahasiswa.

"Kalau bisa dikurangi ya pak dengan permen atau susu. Kan ini buat kebaikan bapak juga kan?," imbuhnya.

Saat berbincang, Sugiyono mengaku bahwa setiap hari dirinya bisa menghabiskan sedikitnya satu bungkus rokok dari merk tertentu yang sudah menjadi kesukaannya sejak muda. Ia sebenarnya sudah tahu tentang bahaya merokok, namun berhenti merokok bukanlah pekerjaan mudah.

"Kesulitannya itu kecut (dimulut) gitu lho, ndak bisa berhenti merokok. Makanya saya senang sekali tadi ada masukan dari mbak-mbak tadi, supaya bisa mengurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya bisa berhenti," kata Sugiyono.

Setelah digugah kesadarannya akan bahaya dari zat-zat yang terkandung didalam rokok bagi kesehatan, Sugiyono bertekad akan berhenti merokok, kendati tidak bisa berhenti seketika. Apalagi, harga rokok yang cenderung terus naik semakin menguatkan tekadnya untuk berhenti merokok.

"Kemungkinan besar ada rencana untuk berhenti merokok. Apalagi harga rokok gara-gara ekonomi itu naik-naik terus. Makanya saya mau berhenti, mengurangi dululah," ucapnya.

Kegiatan yang dilakukan para Mahasiswa Farmasi Stikes Ngudi Waluyo Ungaran tersebut dalam rangka menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei. Gerakan menukar sebatang rokok dengan sekotak susu tersebut dilakukan secara mandiri oleh sekitar 30 mahasiswa Stikes Ngudi Waluyo.

Setiap mahasiswa yang terlibat, secara sukarela membawa minimal satu kotak susu kemasan yang akan diberikan kepada para perokok yang bersedia mematikan rokoknya.

"Kita ingin rokok yang mereka nyalakan itu kita ganti dengan yang lebih sehat. Tahu kan bahaya rokok itu sendiri, sangat berbahaya sekali. Jadi kita tukar dengan susu yang lebih bermanfaat, lebih sehat seperti itu," kata Ulya, panggilan akrab Himatul Ulya.

Diakui Ulya bahwa menghilangkan kebiasaan merokok secara langsung tidaklah mudah bagi mereka yang sudah ketagihan merokok. Namun dirinya bersyukur melalui aksi simpatik menukar satu batang rokok dengan sekotak susu tersebut, para perokok bisa menerima penjelasan mereka. Selain itu para perokok juga mengakui dan menyadari bahwa kebiasaan merokok yang selama ini dilakukannya sangat membahayakan kesehatan diri dan orang-orang disekelilingnya.

"Dari beberapa warga yang kami tukar rokoknya dengan susu itu Alhamduliah mereka positif untuk menanggapi. Mereka punya niat untuk berhenti merokok, mereka tahu sebenanrya bahaya merokok itu seperti apa, jadi semoga dengan kita menghimbau seperti ini mereka bisa lebih sadar lagi akan bahaya rokok," ujarnya.

Kawasan Tanpa Rokok

Kabupaten Semarang sebenarnya telah mempunyai Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang disahkan oleh DPRD setempat dalam rapat Paripurna 18 Januari 2016 silam. Perda ini akan membatasi gerakan para perokok dikawasan publik.

KTR meliputi fasilitas kesehatan, sekolah, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Sedangkan pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.

Said Risswanto, Ketua Pansus X DPRD Kabupaten Semarang, yang saat itu menggodok Perda KTR tersebut mengungkapkan, bahwa hal yang paling krusial didalam Perda tersebut adalah terkait hukuman bagi para pelanggar.

"Seseorang yang melanggar kawasan tanpa rokok bisa kena kurungan maksimal 3 bulan dan atau denda maksimal Rp 50 juta," jelasnya.

Mengingat hal yang krusial tersebut, maka penerapan Perda KTR dilakukan secara bertahap sejak di undangkan. Misanya untuk fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, tempat ibadah dan angkutan umum maka Perda KTR akan efektif berlaku satu tahun setelah perda di undangkan. Sedangkan tempat kerja dan tempat umum, Perda KTR baru akan diterapkan 2 tahun setelah diundangkan sambil menunggu tersedianya tempat merokok.

Selama belum efektifnya pemberlakuan Perda KTR, imbuh Said, Pemkab Semarang berkewajiban melakukan sosialisasi ke masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com