Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Tubuh Manusia Bukanlah Hasil Rakitan Teknologi

Kompas.com - 22/08/2016, 19:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

Politik “Jalan Ketiga” Giddens menggarisbawahi, pentingnya peran negara untuk mengendalikan kerakusan kapitalisme, dengan menekankan tiadanya hak tanpa tanggung jawab. Termasuk tanggung jawab atas kekacauan definisi dan pengertian terminologi kesehatan sebagaimana dipahami publik.

 

Tubuh manusia bukan sekedar mesin 

Ketika atas nama sains tubuh terpilah-pilah dan pemahaman orang makan misalnya, hanya sebatas jumlah kalori atau serat dan dinamika hormonal, maka kearifan ilmu dan keutamaan tentang hakekat manusia menjadi hampa.

Manusia hanyalah seonggok mesin yang hidup. Jantung hanyalah alat pompa, ginjal sekadar filter dan otak tak ubahnya seperti piranti lunak komputer canggih.

Padahal, manusia hidup menurut hukum kodrat. Bukan hukum teknologi. Tak ada percepatan usia kehamilan. Sementara, teknologi menjamin percepatan kerja. Tak ada akurasi bentuk tubuh. Sementara, teknologi menjamin keakuratan dan persisi. Tak ada kata praktis dalam dinamika kerja organ tubuh. Sementara, kata praktis dan efisien adalah jaminan kemajuan teknologi.

Jadi, jika tubuh manusia bukan hasil rakitan teknologi yang keluar dari ban berjalan, mengapa pula makanannya harus muncul dari dalam dus dan kaleng?

Dunia tunggang langgang versi Anthony Giddens tidak menutup globalisasi sebagai risiko percepatan komunikasi dan canggihnya teknologi.

Merupakan kebenaran bahwa cara kerja tubuh manusia dapat dipaparkan sebagai evidence based medicine. Tapi, semua kebenaran harus memuat adanya kebaikan di dalamnya – sebagai keutamaan, virtue.

Sehingga, evidence based medicine juga menjadi manusiawi, saat rasa sakit dan kerapuhan dapat diterima sebagai bagian dari hidup manusia, bukan dinihilkan.

Namun, berlaku pula sebaliknya, bahwa semua kebaikan dalam proses menolong manusia pun harus memuat kebenaran.

Sehingga, ilmu yang dasarnya baik itu digunakan dan dapat dipertanggungjawabkan – bukan sekadar testimoni ramuan ajaib yang manjur untuk semua jenis keluhan. Di situlah negara perlu hadir – sebelum kegaduhan terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com