Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Sejahtera Tidak Sama dengan Kaya

Kompas.com - 28/10/2016, 12:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

Jika orientasi pembelajaran gaya hidup sehat masih mengacu pada orang-orang di kisaran itu, tidak heran begitu banyak orang berlomba jadi kaya. Alias ingin punya uang banyak. Karena semuanya kelihatan amat berkilau, berkelas. Anak-anak pun lebih merasa keren mengunyah onigiri ketimbang lemper ayam.

Tidak heran bangsa kaya ini menjual semua kekayaannya, hanya untuk segepok uang demi membeli kekayaan orang lain (yang dijual dengan harga jauh lebih mahal). Sangat, amat absurd.

Dan apabila kebahagiaan itu ternyata mentok, masih kurang keren, mencoba narkotik menjadi salah satu pilihan paling ngetop.

Apalagi jika di negri bule sana disebutkan, kebanyakan orang di masa mudanya pernah merasakan mengisap ganja, minimal saat ngumpul-ngumpul nongkrong.

Bedanya, mereka lalu terdesak untuk hidup dengan lebih layak demi masa depan, tapi di sini orang bablas menjadi pecandu karena makan masih bisa nebeng minimal dengan orang tua.

Menjadi sejahtera mungkin tidak membuat saya kaya secara ekonomi. Hanya ‘cukup’. Tapi hidup sejahtera membuat saya mampu menghargai kehidupan secara utuh, mensyukuri berkat pertiwi, memberi makan tubuh sesuai kodratnya.

Dengan sejahtera pun saya cukup punya rumah satu, tidak butuh vila sekali pun, karena saya hanya bisa berada di satu tempat saja pada satu saat.

Menjadi sejahtera membuat saya hanya sanggup makan apa yang badan saya butuhkan, karena itu saja sudah mengenyangkan ketimbang melalap semua yang saya candukan. Saya hanya punya satu tempat kerja, karena di sana saya bisa fokus melayani dengan baik.

Saya juga hanya punya satu paspor, karena saya bangga menjadi orang Indonesia, dan tidak perlu menjadi oportunis di negri orang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com