Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/01/2017, 10:05 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

Sumber time.com

KOMPAS.com — Ketogenik sering disebut-sebut belakangan ini. Ketogenik adalah diet super-rendah karbohidrat yang sedang naik daun. Perlukah Anda menjajal diet ini?

"Diet ketogenik ketat hanya memakan karbohidrat ultra-rendah, sekitar 20-30 gram sehari," kata Dr Eric Westman, Direktur Lifestyle Medicine Clinic di Duke University. Angka itu setara dengan jumlah karbohidrat dalam sebutir kecil apel.

Riset Westman pada diet-diet rendah karbohidrat menemukan diet itu dapat membantu mengurangi nafsu makan, menurunkan berat badan, dan memperbaiki penanda penyakit jantung.

Jenis diet rendah karbohidrat itu meliputi Atkins, South Beach, Mediterania, hingga Zone yang dikatakan merupakan perbaikan besar pada tipikal pola makan Amerika yang kaya karbohidrat.

Namun, diet ketogenik yang populer disebut diet keto itu merupakan yang paling ketat membatasi karbohidrat.

Selain membatasi karbohidrat, keto pun membatasi konsumsi protein. Memangkas karbohidrat dan mengurangi protein berarti menaikkan asupan lemak.

"Anda bakal mengasup lemak sehat untuk mengisi 80 persen kalori dan 20 persen kalori berasal dari protein," ujar Westman.

Seperti panduan pemangkasan karbohidrat, pemotongan asupan protein ini dapat menurunkan risiko penyakit dan memperpanjang usia masyarakat berusia di bawah 65 tahun.

Jadi, apa sebenarnya arti "ketogenik" ini? Nama itu merujuk jenis khusus molekul pembawa energi yang disebut keton.

"Sebagian besar orang selalu berada dalam keadaan glukosis, artinya membakar glukosa dari karbohidrat untuk mendapatkan energi. Namun, Anda menentukan apa yang dibakar tubuh berdasarkan asupan makanan," katanya.

Dengan membatasi asupan karbohidrat, tubuh beralih ke keadaan "ketosis", yang artinya membakar lemak, bukan glukosa.

"Ketosis sempat dipandang abnormal, tetapi sebenarnya sangat sehat," kata Westman.

Faktanya, diet ketogenik dipraktikkan hampir 100 tahun untuk mengobati serangan epilepsi, begitu kata Gary Yellen, profesor neurobiologi dari Harvard Medical School.

"Kembali ke studi-studi pada tahun 1920-an yang menemukan jenis diet ini seperti bentuk puasa terus-menerus, yang diketahui sejak lama bermanfaat untuk epilepsi," katanya.

Masih belum jelas bagaimana diet ketogenik bermanfaat untuk epilepsi. Namun, Yellen menjelaskan, serangan epilepsi seperti "badai elektrik" di otak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com