Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawan Stigma, Pengidap HIV Bukan untuk Dijauhi

Kompas.com - 11/12/2019, 10:00 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian orang masih menganggap penyabab orang terjangkit HIV/AIDS pasti karena perilaku seksual negatif di masa lalu.

Gaya hidup yang salah dengan sering "jajan" masih menjadi isu dominan penyebab seseorang terinfeksi HIV. Padahal persepsi itu keliru.

Dalam buku Sehat dan Sukses dengan HIV-AID (2015) karya Dr dr Muchlis Achsan Udji Sofro SpPD KPTI FINASIM dan Stephanus Agung Sujatmojo, dijelaskan penularan HIV bukan saja melalui seks dengan banyak pasangan.

Tapi masyarakat terlanjur menganggap pasti ada yang salah dalam kehidupan masa lalu penderita HIV/AIDS.

Penularan virus yang menyerang imunitas ini padahal bisa diakibatkan dari sebab lain, misalnya melalui donor darah, tertular dari suami atau istrinya yang telah terinfeksi HIV, termasuk jarum suntik yang dipakai secara bergantian oleh pemakai narkoba.

Dokter Muchlis Achsan pada saat menulis buku menjabat sebagai Koordinator Kelompok Kerja Care Support Treatment (Pojkja CST) HIV/AIDS Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Tengah dan Anggota Kelompok Panel Ahli HIV/AIDS Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Baca juga: Mengenal Gejala dan Cara Penularan HIV/AIDS...

Di dalam buku, Muchlis dan kolega mengaku sempat melakukan survei. Mereka menemukan ada seorang pemuka agama yang terinfeksi HIV akibat donor darah.

Namun, pemuka agama itu divonis masyarakat sebagai "orang yang salah" dalam hidupnya. Alhasil, sang penyintas HIV ini memilih menutup diri dan tidak mendapatkan pendampingan yang maksimal.

"Oleh sebab itu, baik penderita HIV maupun keluarganya biasanya merahasiakan status HIV karena dikap masyarakat yang masih kurang tepat," tulis Muchlis dan Stephanus dalam buku tersebut seperti dikutip Kompas.com (09/12/2019).

Pengidap HIV/AIDS harus dirangkul

Muchlis berharap masyarakat lebih memahami persoalan HIV/AIDS. Pasalnya, kurangnya pemahaman akan hal itu berpotensi memunculkan diskriminasi terhadap para penyintas virus berbahaya ini.

Baca juga: Kisah Dokter Gigi di Bandung Lawan Stigma terhadap Pasien HIV/AIDS

Lebih parah, para penderita HIV ini tidak malah dirangkul untuk dimotivasi, tapi dijauhi.

Keputusan untuk menghindari penyintas HIV/AIDS adalah pilihan yang salah. Hal ini tak sesuai dengan semangat peringatah Hari AIDS Sedunia (HAS) tahun 2019.

Tahun ini puncak peringatan HAS mengangkat tema global “Communities Make the Difference”.

Dikutip dari laman Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI www.p2p.kemkes.go.id, tema itu diangkat untuk mengingatkan pentingnya peran komunitas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam Penanggulangan AIDS, yaitu dalam pemberian layanan HIV, penegakkan hak asasi manusia (HAM), dan pendampingan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam pengobatan.

Sedangkan untuk tema nasional HAS, yakni “Bersama Masyarakat Meraih Sukses”. Dengan tema ini, Kemenkes ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk meraih sukses dalam mencapai three zeros pada tahun 2030.

Maksudnya, pada tahun itu ditarget tak ada lagi 3 hal ini: infeksi baru HIV, kematian yang disebabkan karena HIV/AIDS, dan diskriminasi terhadap ODHA di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau