Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada periode ini sebaiknya yang mampu mendeteksi antigen p18, p24, p31, p36, gp120, gp41.
2. Fase infeksi akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) dengan jumlah hingga berjuta-juta virion.
Viremia dari begitu banyak virion tersebut dapat memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip penyakit flu atau infeksi mononukleosa.
Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 persen orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum, yakni:
Baca juga: Waspadai 4 Cara Penularan Virus Corona
HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meski paparan HIV baru terjadi pada stadium infeksi yang masih awal.
Kondisi itu, antara lain bisa menyebabkan:
Sementara, gejala pada dematologi atau kulit, yaitu ruam makropapuler eritematosa dan ulkus mukokutan.
Baca juga: 4 Cara Penyebaran Penyakit Menular
3. Fase infeksi laten
Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa dapat menyebabkan virion dapat dikenalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten.
Pada fese ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa.
Fase infeksi laten berlangsung rata-rata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV.
Pada tahun ke-8 setelah terinfeksi HIV, penderita mungkin akan mengalami berbagai gejala klinis, berupa:
Gejala ini merupakan tanda awal munuculnya infeksi oportunistik. Pembengkakan kelenjar limfa dan diare secara terus-menerus termasuk gejala infeksi oportunistik.
Baca juga: Dokter: Pasien Covid-19 yang Sembuh Bisa Alami Sesak Napas Menetap