KOMPAS.com - Stres telah terbukti memiliki efek nyata pada kesehatan fisik kita.
Beberapa penelitian membuktikan stres menjadi pemicu utama terjadinya migrain, bahkan risiko terjadinya migrain akibat stres mencapai 60 hingga 70 persen.
Sebelum migrain menyerang, stres biasanya turut memicu gejala berikut:
Baca juga: Serupa Tapi Tak Sama, Ini Beda Migrain dan Sakit Kepala
Migrain biasanya dimulai setelah satu atau dua hari setelah gejala tersebut terjadi. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Stres bisa dipicu oleh berbagai hal, baik berupa tekanan pekerjaan atau kehidupan pribadi. Saat stres, tubuh memasuki mode pertahanan diri yang disebut mode "fight or flight" agar bersiap untuk melawan atau lari dari pemicu stres.
Kondisi tersebut membuat tubuh memproduksi bahan kimia tertentu, salah satunya adrenalin, yang menyebabkan berbagai perubahan di otak dan tubuh, termasuk ketegangan otot dan pelebaran pembuluh darah.
Bahan kimia yang diproduksi saat stres juga bisa diaktifkan di otak sehingga memicu serangan migrain. Stres juga dapat memperburuk migrain yang sudah ada.
Bagi mereka yang telah didiagnosis mengalami migrain, gejala bisa muncul setelah peristiwa stres berlalu. Kondisi ini disebut dengan tahap "let-down". Migrain semacam ini sering terjadi pada akhir pekan atau di awal liburan saat segalanya sudah tenang.
Baca juga: Tak Hanya Turunkan Berat Badan, Ini Manfaat Tak Terduga Rutin Olahraga
Cara terbaik untuk mengatasi migrain yang disebabkan oleh stres adalah dengan melakukan relaksasi.
Selain itu, migrain juga bisa diatasi dengan konsumsi obat-obatan seperti ibuprofen, aspirin, asetaminofen, dan sejnenisnya.
Jika stres seringkali memicu migrain, dokter biasanya akan menyarankan konsumsi obat pencegah berupa:
Baca juga: Kecemasan Bisa Sebabkan Sakit Kepala, Begini Cara Mengatasinya
Namun, obat-obatan tersebut hanya bisa dikonsumsi saat kita menghadapi stres tingkat tinggi.
Untuk menurunkan risiko migrain akibat sres, kita juga bisa melakukan langkah berikut: