KOMPAS.com - Depresi adalah kondisi kesehatan mental yang kompleks. Kondisi ini bisa menyebabkan seseorang memiliki suasana hati yang rendah serta terus menerus merasa sedih atau putus asa.
Gejala tersebut bisa bersifat sementara atau respon terhadap kesedihan dan trauma.
Namun bila hal itu terjadi lebih dari dua minggu, kondisi ini bisa menunjukan gangguan depresi serius.
Baca juga: Waspadai, Ini 5 Penyebab Mimisan di Malam Hari
Gejala depresi yang paling umum terjadi adalah gangguan emosional, seperti munculnya kesedihan, rasa bersalah, mudah tersinggung, dan perasaan putus asa.
Depresi juga bisa membuat penderitanya sulit fokus atau berkonsentrasi.
Depresi memang paling sering menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, yang berpengaruh pada kemampuan kognitif.
Tak jarang, banyak orang yang tak menyadari adanya gejala depresi hingga seringkali mengabaikannya.
Selain itu, memang sulit memahami gejala depresi yang terjadi karena seringkali bermanifesasi pada reaksi fisik.
Berikut beberapa reaksi fisik yang bisa terjadi pada penderita depresi:
Penderita depresi seringkali mengalami masalah pencernaan, seperti mual, kembung, diare, atau sembelit.
Hal ini terjadi karena adanya neurotransmitter di otak dan usus yang disebut serotonin.
Serotonin berfungsi mengatur suasana hati sekaligus berperan dalam menjaga fungsi pencernaan.
Itu sebabnya, kondisi otak kita juga bisa memengaruhi kesehatan pencernaan.
Depresi dan stres juga dapat membuat sistem kekebalan bekerja kurang optimal, yang membuat penderitanya mudah sakit.
Beberapa penelitian berhipotesis bahwa stres kronis dan depresi dapat menyebabkan respons peradangan yang melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Beberapa infeksi, seperti flu biasa, umumnya tidak menyebabkan komplikasi serius.
Akan tetapi, sistem kekebalan yang lemah membuat seseorang berisiko mengalami komplikasi infeksi atau tertular infeksi yang lebih sulit diobati.
Baca juga: 4 Jenis Makanan yang Baik untuk Masa Kehamilan
Depresi dan sulit tidur bisa menjadi lingkaran setan berbahaya. Pasalnya, depresi seringkali memicu gangguan tidur dan tidur yang tidak berkualitas bisa memicu gejala depresi.
Selain itu, gangguan tidur jangka panjang juga bisa memicu tekanan darah tinggi, diabetes, masalah terkait berat badan, dan beberapa jenis kanker.
Depresi bisa menyebabkan perubahan nafsu makan, yang memicu penurunan atau penambahan berat badan.
Padahal, berat badan berlebihan bisa memicu berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes dan penyakit jantung.
Di sisi lain, berat badan yang terlalu rendah bisa membahayakan jantung, memengaruhi kesuburan, dan menyebabkan kelelahan.
Depresi dapat menurunkan motivasi seseorang untuk membuat pilihan gaya hidup yang positif.
Tentunya, kondisi ini juga bisa memicu risiko penyakit jantung. Depresi juga dapat menjadi faktor risiko independen untuk masalah kesehatan jantung.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 2015, satu dari lima orang dengan gagal jantung atau penyakit arteri koroner mengalami depresi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.