KOMPAS.com - Egg freezing atau pembekuan sel telur saat ini sedang banyak diperbincangkan setelah seorang publik figur mengungkapkan bahwa dirinya melakukan prosedur ini.
Pembekuan sel telur dapat memungkinkan seorang wanita untuk menunda kehamilan sampai tahap selanjutnya.
Meskipun masyarakat dan pola dalam melahirkan mungkin berubah, realitas biologis kesuburan tetap sama.
Kebanyakan wanita memasuki masa menopause di usia akhir 40-an atau awal 50-an.
Pada tahun-tahun sebelum menopause, kesuburan seorang wanita menurun.
Kehamilan menjadi sesuatu yang riskan di usia ini daripada mereka yang hamil di usia yang lebih muda.
Baca juga: 17 Tanda Bahaya Kram Perut saat Hamil yang Pantang Disepelekan
Wanita yang ingin melakukan egg freezing atau pembekuan sel telur harus menyadari bahwa kehamilan dengan cara ini masih sangat jarang dilakukan.
Meski demikian, cara ini bisa menjadi alternatif bagi perempuan yang ingin hamil di masa depan.
Melansir dari Medical News Today, seiring bertambahnya usia seorang wanita, kualitas sel telurnya cenderung menurun.
Telur mungkin mengandung lebih banyak kelainan kromosom dan wanita tidak akan lagi berovulasi setelah menopause.
Ini berarti indung telurnya akan berhenti melepaskan sel telur.
Jika seorang wanita menginginkan anak tetapi tidak mampu atau tidak siap untuk hamil pada saat ini, fasilitas khusus dapat membekukan sel telurnya untuk digunakan di kemudian hari.
Sebelum proses pembekuan telur dimulai, dokter akan mengambil riwayat medis yang komprehensif dengan fokus pada kesuburan, menilai keteraturan siklus menstruasi, dan melakukan serangkaian tes darah untuk menilai kadar hormon.
Indung telur seorang wanita biasanya melepaskan satu sel telur per bulan.
Jika produksi sel telur rendah, kemungkinan kehamilan yang sukses pun biasanya akan lebih rendah.
Untuk memaksimalkan jumlah sel telur yang tersedia, seorang wanita akan menjalani perawatan hormon untuk merangsang produksi sel telur lebih banyak.
Perawatan ini biasanya mengharuskan seorang wanita untuk menyuntikkan dirinya dengan hormon di rumah antara satu dan tiga kali sehari.
Baca juga: 6 Penyebab Kram Perut saat Hamil yang Perlu Diwaspadai
Kebanyakan wanita juga akan minum pil KB setidaknya sebulan sebelum menerima suntikan hormon.
Cara ini dilakukan untuk menekan siklus alami dan meningkatkan efektivitas hormon.
Jumlah dan jenis hormon bervariasi. Perawatan biasanya meliputi:
Seorang dokter akan melakukan tes darah secara teratur untuk memantau efek dari perawatan hormon.
Wanita tersebut juga akan menjalani setidaknya satu kali USG untuk mendeteksi ovulasi dan menilai perkembangan sel telur.
Dokter memasukkan jarum ke dalam folikel ovarium untuk mengambil telur setelah matang.
Dokter biasanya akan menggunakan ultrasound untuk memandu prosedur.
Namun, jika telur tidak terlihat selama pencitraan ultrasound, dokter mungkin melakukan operasi perut untuk mengangkatnya.
Dengan pendekatan yang lebih invasif ini, dokter membuat sayatan kecil di perut dengan obat penenang dan obat antinyeri, kemudian memasukkan jarum untuk mengeluarkan sel telur.
Setelah dokter mengambil telur, pembekuan harus dilakukan sesegera mungkin.
Namun, telur penuh dengan air yang dapat merusak kristal es jika terjadi pembekuan segera.
Untuk mencegahnya, dokter menyuntikkan larutan khusus ke dalam telur sebelum membekukannya.
Baca juga: 3 Dampak Stres Saat Hamil dan Cara Mengatasinya
Nantinya, ketika wanita tersebut siap menggunakan sel telurnya, dia akan menjalani fertilisasi in vitro (bayi tabung).
Dengan IVF, spesialis kesuburan membuahi sel telur di laboratorium, menggunakan sperma dari pasangan wanita atau dari donor.
Jika prosedurnya berhasil, sel telur dan sperma berkembang menjadi embrio yang mengalami implantasi di rahim wanita beberapa hari kemudian.
Sebagian besar klinik kesuburan mencoba menumbuhkan beberapa embrio sekaligus untuk meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan.
Membekukan telur bisa sangat mahal.
Satu siklus dapat menghabiskan biaya hingga $10.000 atau setara dengan Rp140 juta lebih.
Biaya lainnya termasuk penyimpanan telur dan IVF yang dapat dikenakan biaya tambahan hingga $5.000 atau lebih dari Rp70 juta.
Penyimpanan telur juga bisa bertahan lama, bahkan bisa selama 10-15 tahun.
Ini berarti bahwa biaya penyimpanan telur yang sedang berlangsung akan terus meningkat.
Setelah pengambilan sel telur, beberapa wanita mungkin mengalami kram, kembung, dan bercak. Efek samping lain yang tidak diinginkan termasuk:
Dalam kasus yang jarang terjadi, stimulasi telur dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai sindrom hiperstimulasi ovarium (HSS).
Efek HSS dapat mencakup rasa sakit, mual, dan penambahan berat badan yang signifikan lebih dari 10 pon (lb) dalam 3-5 hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.