PANDEMI kembali melanda. Entah sudah gelombang ke berapa. Kali ini bintangnya adalah varian B.A. 2.75 atau Omicron Centaurus.
Varian ini diklaim lebih infeksius dari varian sebelumnya. China melaporkan angka harian kasus di atas seribu orang, meski banyak pihak menduga angka sebenarnya jauh di atas angka tersebut.
Di Australia saja, dilaporkan seratus ribu lebih angka harian. Sedang di Indonesia angka kasus harian di atas lima ribuan.
Atas alasan tersebut dilakukan pengetatan kembali untuk membatasi penularan. Karena lebih infeksius ditakutkan lebih berbahaya dari varian sebelumnya.
Sayangnya saya tidak sependapat dengan tudingan tersebut. Alasannya, merunut pada hipotesa asal usul virus yang dikemukakan Barbara McClintock. Beliau seorang ahli biologi peraih Nobel dari Kanada.
Pada tahun 1959, beliau mengajukan homeless theory sebagai hipotesa asal usul virus. Beliau menyebut bahwa virus berasal dari organel sel mahluk hidup. Hipotesa ini diajukan dengan melihat karakteristik hidup virus.
Virus diketahui hanya memiliki struktur kode genetik yang dilindungi oleh kapsul. Selain itu, virus sangat tergantung pada tubuh inangnya untuk bertahan hidup. Kemampuannya hanya bereplikasi. Itupun terjadi di dalam ribosom sel inang.
Berdasarkah hipotesa homeless theory, berbagai organel sel dapat terlempar keluar dan menjadi virus.
Awalnya teori ini tidak begitu mendapat dukungan. Namun dengan ditemukannya kode genetik ekstra kromosom berupa plasmid tahun 1976, teori ini dilirik kembali.
Apalagi selanjutnya juga ditemukan kode genetik pada mitokondria, intron dan ekson. Dua yang terakhir bahkan isinya adalah RNA bukan DNA seperti halnya plasmid dan mitokondria.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.