Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Berbahayakah Varian Omicron Centaurus?

Kompas.com - 22/07/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keluarnya virus generasi awal disertai dengan upaya adaptasi dengan sel inang. Hingga generasi berikutnya lebih mudah diterima dan beradaptasi dengan sel inang.

Artinya lebih infeksius, tapi berkurang virulensinya. Dan ini adalah karakter alami virus akibat ketergantungan pada sel inang.

Namun keluarnya virus yang disertai pelepasan berbagai mediator peradangan menimbulkan berbagai ketidak nyamanan.

Histamin, misalnya akan menimbulkan berbagai reaksi tergantung reseptornya. Pada saluran nafas menimbulkan reaksi sesak serta batuk.

Pada pembuluh darah mengakibatkan pelebaran hingga volume cairan menurun dan dapat terjadi syok sirkulasi.

Prostaglandin memiliki efek yang hampir serupa. Bedanya pada pembuluh darah paru justru menyempitkan hingga terjadi bendungan paru.

Jadi, sakit sebetulnya bukan karena infeksi virus itu sendiri. Tapi lebih kepada respons tubuh saat mengeluarkan virus.

Respons berlebihan terjadi karena ketersediaan sumber energi berupa glukosa. Virus juga masuk ke dalam sel karena adanya glukosa. Ketiadaan glukosa mengakibatkan tubuh berpindah ke mode autofagi.

Virus yang masuk akan dicerna oleh lisosom. Hingga tidak akan terjadi replikasi virus di dalam sel.

Karena virus menyediakan sumber energi yang dibutuhkan sel berupa ribosa atau deoksiribosa. Senyawa gula yang ada pada kode genetik.

Hingga cara yang paling cepat untuk menghentikan pandemi adalah penerapan pengobatan dini berdasarkan mekanisme autofagi. Caranya sangat mudah, murah dan rasional. Tidak membutuhkan obat apapun.

Sahabat cukup menghentikan asupan makanan jenis karbohidrat dalam bentuk apapun. Selanjutnya membatasi jam makan hingga kira-kira jam enam sore. Dua hal tersebut akan mengubah sel dalam mode autofagi.

Pembatasan jam makan akan merangsang rasa mengantuk hingga memicu pelepasan growth hormon. Pelepasan growth hormon akan merangsang pelepasan hormon kortisol.

Hormon kortisol ini yang akan mengatasi berbagai reaksi peradangan secara alami.

Pada tengah malam biasanya akan terbangun karena keinginan buang air kecil. Reaksi ini muncul akibat meningkatnya glukosa darah akibat proses glukoneogenesis pada autofagi.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau