Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Kekeliruan Pengelolaan Koma Diabetikum (Bagian III - Habis)

Kompas.com - 09/08/2022, 09:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti adalah koma. Kondisi bisa berakibat fatal bagi penderita diabetes. Baik itu koma hiperglikemi (kelebihan gula darah) ataupun koma hipoglikemi (kekurangan gula darah).

Baik koma hiperglikemi ataupun koma hipoglikemi memengaruhi keseimbangan cairan di otak. Kondisi yang sebenarnya jadi penyebab koma. Bukan karena naik turunnya kadar gula semata.

Koma hiperglikemi dapat terjadi secara alami. Sedangkan koma hipoglikemi selalu berhubungan dengan pemberian antidiabetik yang terlalu cepat.

Baca artikel sebelumnya: Kekeliruan Memahami Konsep Diabetes (Bagian I)

Kita bahas patogenesa koma hiperglikemi terlebih dahulu. Pada kondisi hiperglikemi terjadi tiga hal yang dapat memengaruhi sel saraf.

Pertama kadar glukosa yang tinggi akan meningkatkan aktivitas otak. Terjadi produksi dan pelepasan asetil kolin berlebih. Produksi dan pelepasan ini bersifat sporadis.

Pelepasan asetil kolin terutama akan memengaruhi keseimbangan elektrolit di dalam dan di luar sel saraf. Penderita akan mengalami kegelisahan hebat bahkan hingga kejang-kejang

Kedua, kadar glukosa darah yang tinggi mengakibatkan tekanan osmotik yang tinggi. Tekanan osmotik yang tinggi dapat mengakibatkan perpindahan cairan dari dalam sel otak keluar.

Perpindahan cairan ini disertai dengan perpindahan elektrolit. Ukuran sel saraf akan berkurang. Mengecil atau atrofi.

Berkurangnya ukuran sel tentu saja akan mengurangi kemampuannya. Namun yang paling berbahaya adalah gangguan elektrolitnya.

Gangguan sirkulasi elektrolit intra sel dan ekstra sel memengaruhi aktivitas kelustrikan otak. Kondisi ini juga dapat menimbulkan kejang.

Ketiga, kadar glukosa yang tinggi akan merangsang pelepasan vasopresin. Vasopresin akan mengakibatkan penyempitan arteri dan arteri kecil. Termasuk cabang arteri karotis yang memperdarahi saraf.

Akibatnya jaringan saraf akan mengalami iskemi (kekurangan oksigen). Jika berlangsung lama, iskemi ini dapat mengakibatkan kerusakan jaringan saraf (infark).

Baca artikel sebelumnya: Kekeliruan Tujuan Terapi Diabetes (Bagian II)

Jika sebelumnya telah terjadi penyempitan pembuluh darah ke otak, biasanya akibat timbunan lemak, vasopresin akan meningkatkan tekanan pembuluh darah.

Peningkatan ini mengakibatkan pembuluh darah mengembang dan dapat terjadi robekan dinding pembuluh darah (aneurisma).

Robekan atau rupture pembuluh darah mengakibatkan cairan darah keluar dan menekan jaringan saraf.

Hal ini juga dapat mengakibatkan koma. Apalagi cairan yang keluar memiliki tekanan osmotik yang tinggi. Sel saraf akan semakin mengkerut.

Yang harus diperhatikan dalam kondisi ini adalah keseimbangan cairan. Harus segera dilakukan tindakan untuk mengurangi tekanan osmotik darah. Pemberian cairan juga disertai pemberian diuretik agar terjadi mobilisasi cairan secara cepat melalui urin.

Pemberian diuretik tanpa cairan pengganti akan mengakibatkan kondisi hipovolemik. Inipun akan merangsang pelepasan vasopresin. Dapat meningkatkan tekanan darah juga.

Yang harus hati-hati adalah pemberian insulin. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cepat. Akibatnya tekanan osmotik juga menurun dengan cepat pula. Akan terjadi perubahan perpindahan cairan.

Jika dalam kondisi hiperglikemik perpindahan cairan mengakibatkan sel mengerut (hipotrofi), maka pada kondisi hipoglikemi akan terjadi pembengkakan sel saraf (hipertrofi). Hal ini tentu saja berbahaya, karena otak berada dalam rongga tengkorak yang keras dan kaku.

Sel saraf dapat mengalami kerusakan akibat tekanan dengan tulang tengkorak. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan yang menetap walau komanya telah diatasi.

Selain pembengkakan sel, perpindahan cairan mengakibat penurunan cairan intra vaskuler. Akibatnya vasopresin akan kembali dilepaskan.

Begitu juga dengan sistem renin angiotensin. Akibatnya baik pembuluh dara arteri dan kapiler akan menyempit. Tekanan darah akan meningkat.

Hal ini juga akan meningkatkan beban jantung. Terjadi pembengkakan otot jantung kiri, tempat keluarnya pembuluh darah utama (aorta).

Selain itu pasokan nutrisi dan oksigen juga terganggu. Seperti pada kondisi hiperglikemi, dapat terjadi kondisi hipoksia jaringan dan infark.

Hal ini harus diatasi dengan mengembalikan keseimbangan cairan. Bukan hanya pemberian cairan glukosa 10 persen. Justru lebih stabil pemberian cairan koloid dalam menjaga keseimbangan cairan.

Jadi seperti pada tulisan sebelumnya, yang terpenting dalam menghadapi koma diabetikum adalah pengendalian keseimbangan cairan. Bukan semata menurunkan atau menaikkan kadar glukosa darah.

Penurunan kadar glukosa yang cepat akibat pemberian insulin atau obat antidiabetik oral sangat berbahaya. Koma hipoglikemi akan mengakibatkan kelainan menetap walau kondisi koma telah diatasi.

Untuk mencegah seorang diabetesi jatuh dalam kondisi koma, maka harus perhatikan keseimbangan cairan. Batasi waktu makan hingga jam 6 sore. Lalu minum setiap selesai buang air kecil.

Jangan lakukan pembatasan asupan makanan. Karena makanan peroral dapat merangsang pelepasan inkretin. Inkretin memicu pelepasan insulin.

Peningkatan kadar glukosa bukan berasal dari asupan luar. Melainkan proses katabolisme, terutama glukoneogenesis.

Perlu pemeriksaan lebih teliti untuk mengetahui pemicu proses glukoneogenesis. Berbeda dengan glikogenolisis, yang dipengaruhi oleh aktivitas. Glukoneogenesis prosesnya terutama dipengaruhi oleh stres.

Berbagai stres tersebut memengaruhi pelepasan hormon glukagon dan hormon kortisol. Baik itu stres fisik, seperti kelaparan, infeksi dan masih banyak lagi. Juga stres psikis yang memicu pelepasan epinefrin dan norepinefrin.

Kelola stres tersebut sesuai dengan penyebabnya. Proses glukoneogenesis yang berlebih jangan ditekan.

Kendalikan dengan menjaga keseimbangan cairan sesuai dengan arah perpindahan cairan itu sendiri. Dengan cara ini koma dapat dicegah. Bahkan diabetes melitus dapat disembuhkan.

Kesimpulan dari ketiga tulisan ini adalah:

Diabetes disebabkan oleh pemecahan cadangan gula (glukoneogenesis) berlebihan, bukan karena kekurangan atau ketiadaan insulin.
• Masalah yang dihadapi diabetes adalah gangguan keseimbangan cairan yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, bukan kelebihan kadar gula
• Mengembalikan keseimbangan cairan adalah tujuan dari terapi diabetes melitus

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com