Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Anggota G20 Prakarsai Pusat Pembuatan Vaksin, Terapi, dan Diagnostik

Kompas.com - 23/08/2022, 07:31 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia bersama empat anggota G20 yakni Argentina, Brasil, India, dan Afrika Selatan memprakarsai pembangunan pusat manufaktur vaksin, terapi, diagnostik di negara anggota berpenghasilan menengah ke bawah.

Inisiatif ini merupakan langkah untuk memutus kesenjangan kapasitas kesehatan. Sehingga, setiap negara khususnya anggota G20 memiliki akses yang setara untuk menghadapi pandemi dan krisis kesehatan di masa depan.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, upaya kolaborasi ini bakal melibatkan seluruh negara anggota G20 dan organisasi internasional.

Baca juga: 3 Isu Kesehatan Utama yang Diusung G20

“Untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya dan ancaman kesehatan global, setiap negara harus memiliki akses dan kapasitas untuk mengembangkan vaksin, terapi, dan diagnostik; terlepas dari status ekonomi dan geografisnya,” kata Budi, di acara pembukaan 3rd Health Working Group (HWG) G20 di Bali, Senin (22/8/2022).

Menkes menyebutkan, kesenjangan kapasitas kesehatan bisa menghambat kesiapsiagaan dan respons negara anggota G20 dalam mengadapi pandemi.

Berkaca dari Covid-19, banyak platform teknologi pembuatan vaksin yang dikembangkan; seperti mRNA, viral vector, adjuvanted protein sub unit, atau inactivated vaksin.

Sayangnya, sebagian besar pengembangan dan produksi vaksin tersebut masih dikerjakan perusahaan farmasi di negara maju atau berpenghasilan tinggi.

Padahal, untuk meningkatkan akses berikut kapasitas produksi vaksin secara global, dibutuhkan transfer pengetahuan sampai teknologi, termasuk di antara negara anggota G20.

Budi memberikan gambaran contoh yang berhasil. Salah satunya pembuatan antivirus Covid-19 Molnupiravir di beberapa negara berpenghasilan menengah ke bawah di bawah sub-lisensi Medicines Patent Pool (MPP).

MPP adalah organisasi kesehatan masyarakat yang didukung PBB. Tujuan organisasi ini untuk meningkatkan akses dan memfasilitasi pengembangan obat di negara berpenghasilan menengah dan rendah.

Baca juga: Dirjen WHO: Dana Berkelanjutan G20, Langkah Nyata Bekal Hadapi Pandemi

“Model seperti itu penting untuk memungkinkan transfer teknologi untuk kesiapsiagaan pandemi,” ucap Budi.

Menurut Menkes, pandemi Covid-19 mengajarkan pentingnya kolaborasi antar-negara berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah untuk kerja sama mengembangkan diagnostik, terapi, dan vaksin dalam waktu maksimal 100 hari di tingkat global.

Dengan begitu, wabah bisa dikendalikan dan kematian dampak pandemi bisa diminimalkan.

Sebagai informasi, Pertemuan HWG ke-3 G20 di Bali membahas strategi perluasan pusat pembuatan vaksin, terapi, dan diagnostik global di negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Selain itu, pertemuan forum G20 bidang kesehatan ini turut memperkuat jaringan ilmuwan global yang fokus pada kedaruratan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Antisipasi Pandemi Penyakit Zoonosis, G20 Perkuat Komitmen One Health

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau