Menu yang dibuat di sekolah setempat diarahkan langsung oleh ahli gizi sekolah. Makanan tersebut disiapkan dan dibuat secara higienis di dapur sekolah.
“Bagi kami, makan siang adalah edukasi. Bukan hanya untuk memenuhi tuntutan rasa lapar,” jelas Namekawa, ahli gizi di sekolah dasar St. Dominic’s Institute Tokyo.
Namekawa menjelaskan, ketika menyiapkan menu makan siang Shokuiku, ia menggunakan takaran kalori yang dianjurkan sesuai kebutuhan anak usia sekolah dasar.
Mereka juga menggunakan bahan makanan bebas atau minim pesitisda, pakai sayur dan buah organik, serta tidak menggunakan bahan atau bumbu instan.
Komposisi gizinya diperhatikan secara cermat. Setiap menu terdiri atas protein, karbohidrat, dan serat. Menu makan tersebut juga didesain mengakomodasi kebutuhan siswa yang baru pulang sore hari.
“Sebisa mungkin semuanya kami siapkan sendiri (tidak memakai bahan dan bumbu instan). Kami menghargai cita rasa asli makanan, sekaligus untuk mengontrol asupan garam dan gula,” kata Namekawa.
Sedangkan jenis menunya, ahli gizi bersertifikat ini menyebut sesekali ia menyesuaikannya dengan agenda tertentu untuk memperkenalkan lidah anak dengan beragam cita rasa dari berbagai negara dan kultur berbeda.
Ada menu untuk Tokyo Citizen Day, kemah musim panas, terkadang pihak sekolah juga menyediakan makanan khas perayaan seperti Helloween.
“Sebelum makan, murid di sini juga kami kenalkan apa dan dari mana makanan yang mereka makan hari itu. Termasuk bahan bakunya. Dengan begitu, mereka punya kesadaran menghargai makanan,” jelas dia.
Pakar gizi dari Kanagawa Institute of Technology Jepang Profesor Naomi Aiba menjelaskan, program shokuiku yang dijalankan di seluruh penjuru Negeri Sakura menggunakan aturan dasar atau basic law of Shokuiku dari pemerintah setempat.
“Program shokuiku dibuat standar untuk mempromosikan edukasi makan dan nutrisi yang dapat menjaga kesehatan fisik dan mental,” jelas Aiba.
Aiba menyampaikan, konsep praktik baik ini tak hanya dibuat searah dengan siswa hanya manut pada arahan. Tapi, siswa secara sadar didorong berani menyuarakan pilihan porsi sampai menu favorit, berbasis budaya makan sehat yang telah dilakoni sehari-hari.
“Dengan Shokuiku, anak-anak sejak dini punya kesadaran makan dengan menu bergizi lengkap dan seimbang setiap hari. Jadi, mereka punya pustaka hidup sehat untuk bekal saat dewasa nanti,” ujar Aiba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.