Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Kekurangan Tenaga Kesehatan Terlatih di Fasilitas NICU

Kompas.com - 22/05/2024, 05:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Setiap bayi yang lahir prematur dengan berat badan rendah perlu dirawat di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yang memadai, baik dari segi peralatan maupun tenaga kesehatannya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penyebab kematian bayi di Indonesia didominasi oleh kondisi berat badan lahir rendah, sulit bernapas, dan infeksi.

"Indonesia termasuk negara dengan angka kematian neonatal atau bayi berusia kurang dari 28 hari, yang cukup tinggi. Data tahun 2021, angka kematiannya mencapai 11,3 persen," papar dr. Eric Gultom Sp.A, subspesialis neonatologi.

Dengan fasilitas kesehatan yang mumpuni, angka kematian bayi prematur seharusnya bisa ditekan. Sayangnya, meski makin banyak rumah sakit yang menambah jumlah fasilitas NICU, hal ini belum dibarengi dengan tenaga kesehatan terlatih.

Menurut dr.Eric, dokter anak neonatologi yang terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia baru sekitar 85 orang. Demikian pula dengan sedikitnya tenaga perawat yang memiliki sertifikasi menangani bayi prematur.

"Persoalan ini tidak cuma diatasi dengan membeli alat-alat dan membuat banyak NICU, tapi juga butuh dokter dan tenaga perawat yang khusus," ujar dokter yang menjadi penanggung jawab unit NICU di RS Medistra Jakarta ini.

Untuk meningkatkan keselamatan bayi prematur, setiap bayi harus dimonitor secara ketat. Idealnya, satu bayi prematur ditangani oleh satu perawat yang telah menjalani pelatihan khusus.

Baca juga: Cara Mencegah Bayi Lahir Prematur menurut Kemenkes

Perawatan intensif

Upaya peningkatan kualitas fasilitas dan pelayanan untuk merawat bayi prematur terus dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan mengirim dokter dari sejumlah daerah dan perawat untuk belajar tata laksana penanganan bayi prematur di RSAB Harapan Kita Jakarta.

Menurut dokter neonatologi dari RSAB Harapan Kita, dr. Johanes Edy Siswanto Sp.A (K), bayi prematur memerlukan perawatan yang intensif sejak pertama kali dilahirkan.

"Bayi prematur sangat rentan mengalami kekurangan oksigen karena bayi-bayi kecil ini sering lupa bernapas. Padahal, kekurangan oksigen 2-3 menit saja sel-selnya bisa rusak sehingga bisa mengalami gangguan," ujarnya.

Ia menjelaskan, tindakan yang tepat pada periode kegawatan di usia kurang dari 28 hari sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak dalam jangka panjang yang bisa menimbulkan kecacatan.

Baca juga: 6 Cara Menaikkan Berat Badan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

"Di RSAB Harapan Kita, bayi paling kecil yang berhasil kami rawat dan tumbuh sehat lahir dengan berat badan sekitar 490 gram," ujarnya.

Untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya, nutrisi bayi prematur dihitung secara cermat, baik kebutuhan makro maupun mikro.

"Setelah bayi keluar dari NICU dan berat badannya masih kurang, ada susu khusus yang diberikan untuk mengejar pertumbuhannya. Tapi tetap harus hati-hati dan diawasi dokter, jangan sampai karena berat badan kurang diberikan berlebihan karena bisa berdampak obesitas di masa depan," paparnya.

Persalinan prematur bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari infeksi saat kehamilan, gangguan pada plasenta, kehamilan kembar, hingga penyakit kronis yang diderita ibu.

Pemeriksaan kehamilan secara teratur, termasuk melakukan USG sangat penting untuk meminimalkan potensi gangguan sedini mungkin.

Bayi lahir prematur serta lahir dengan berat badan rendah tidak hanya menjadi penyebab kematian, tetapi juga berisiko pada kondisi stunting. Karena itu, upaya pencegahan, deteksi dini, serta tata laksana yang baik pada bayi lahir prematur perlu diperkuat.

Baca juga: Apa Penyebab Gula Darah Naik pada Ibu Hamil?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau