Oleh: Rizky Bina Nirbayaningtyas, Dr. Heryanti Satyadi, M.Si., Psikolog, dan Dr. Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog*
Autism Spectrum Disorder (ASD), yaitu gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan gangguan dalam komunikasi sosial, adanya keterbatasan minat dan perilaku yang berulang (Hodges, Fealko, & Soares 2020).
Penanganan pada anak dengan ASD harus dimulai sesegera mungkin setelah mendapatkan diagnosis oleh seorang profesional untuk mendapatkan hasil optimal.
Saat ini jumlah anak dengan ASD di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sementara jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sangat sedikit yang berarti distribusi pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum merata, dan sebagian besar penduduk masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Jawa (Ika, 2015).
Saat ini banyak anak dengan ASD yang ada di daerah dibawa ke Jakarta untuk mendapatkan penanganan dari profesional karena minimnya perawatan serta tenaga profesional di daerah asalnya, menurut Melly Budhiman, pakar autisme dan ketua Yayasan Autisma Indonesia (Priherdityo, 2016).
Tidak sedikit juga orangtua yang mengalami keterbatasan ekonomi dalam mengatasi anak dengan ASD, mengingat penanganan pada anak ASD membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena harus dilakukan secara rutin.
Permasalahan juga dialami oleh orangtua yang berkecukupan untuk membawa anaknya mendapatkan penanganan kepada terapis.
Tidak sedikit orangtua yang merasa bahwa ketika telah membawa anaknya ke terapis, maka perkembangan anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab terapis.
Sebenarnya pada saat anak melakukan terapis, anak memiliki sesi yang terbatas seperti hanya sejam dalam seminggu. Tentunya anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan orangtuanya dibandingkan dengan terapisnya (Harsono, 2019).
Sehingga, orangtua perlu turun tangan dalam melakukan penanganan di rumah terhadap anaknya.
Terdapat berbagai penanganan untuk menangani permasalahan yang dialami oleh anak dengan ASD. Salah satu penanganan yang memungkinkan untuk dapat dilakukan oleh orangtua, yaitu melakukan aktifitas fisik.
Aktifitas fisik terbukti menjadi salah satu penanganan yang mudah serta murah, serta dapat dilakukan di rumah oleh orangtua.
Pada saat anak bermain aktifitas fisik, khususnya aktifitas fisik yang dilakukan dalam tim, masing-masing anggota tim tentunya secara tidak langsung akan terus berinteraksi demi mencapai tujuan tim.
Sehingga, permasalahan akan komunikasi sosial pada anak ASD secara tidak langsung akan terasah.
Manfaat lainnya dalam melakukan aktifitas fisik pada anak ASD, yaitu dapat mengurangi perilaku berulang. Perilaku berulang menjadi salah satu keluhan yang dialami oleh anak dengan ASD.
Pada saat anak melakukan aktifitas, anak mengalami kelelahan. Sehingga, anak akan mengalihkan perilaku berulangnya terhadap aktifitas fisik, maka perilaku berulang akan teralihkan atau berkurang.
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai aktifitas fisik di Indonesia, terbukti bahwa aktifitas fisik efektif dalam membantu perkembangan pada anak dengan ASD.
Beberapa aktifitas fisik yang dapat menjadi pilihan dilakukan di rumah oleh para orangtua, yaitu bowling, engklek, sepak bola modifikasi, jalan kaki, lempar tangkap bola, bola basket, serta renang modifikasi.
Beberapa aktifitas fisik tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi anak-anak, alat permainan serta aturan yang ada dalam permainan juga dapat disesuaikan dengan kondisi orangtua serta anak di rumah.
Alat-alat yang digunakan dapat menggunakan barang-barang bekas seperti botol bekas atau bola yang dibuat dari gulungan kertas bekas.
Berdasarkan kesimpulan dari beberapa penelitian di Indonesia, aktifitas fisik tersebut dapat dilakukan setiap hari untuk mendapatkan hasil optimal.
Aktifitas fisik juga dapat dimodifikasi untuk memudahkan orangtua serta anak, seperti dalam hal pemain, durasi waktu bermain, serta aturan-aturan lainnya.
Aktifitas fisik dapat dilakukan mulai dari enam hingga sepuluh kali sesi, dan tentunya disarankan untuk melakukan sesi lebih banyak untuk mendapatkan hasil optimal.
Masing-masing sesi disarankan untuk dilakukan minimal 35 menit dalam satu pertemuan untuk mendapatkan hasil yang efektif (Radila & Ardisal, 2020; Ma’ruf & Pamuji, 2019; Imanniyah, 2019; Oktaviani, Setyowati, & Haryanto, 2018; Alhuda & Ainin, 2017; Masrofah & Rachman, 2016; Ardiansya & Sudarto, 2016; Kania, 2016; Wiyono, 2015).
Dengan demikian, orangtua di rumah tetap dapat membantu perkembangan anaknya dengan melakukan beberapa aktifitas fisik yang mudah serta murah, dan terbukti efekti dalam membantu permasalahan akan komunikasi sosial serta perilaku berulang pada anak dengan ASD.
*Rizky Bina Nirbayaningtyas (Mahasiswa Psikologi Profesi Jenjang Magister, Universitas Tarumanagara)
Dr. Heryanti Satyadi, M.Si., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara)
Dr. Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara)