Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Kurniasih Mufidayati
Anggota DPR-RI

Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota DPR RI dan dosen.

Kualitas Hidup Ibu Kunci Penurunan "Stunting" di Indonesia

Kompas.com - 22/12/2022, 12:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI Covid-19 yang mulai mereda membuat pemerintah kembali memberikan perhatian pada beberapa isu strategis lain di sektor kesehatan. Salah satu isu yang menjadi perhatian pemerintah adalah upaya menurunkan stunting yang mengalami perlambatan akibat pandemi Covid-19.

Dalam peringatan Hari Anak Nasional lalu, misalnya, pemerintah mengangkat tema “Ayo Cegah Stunting agar Keluarga Bebas Stunting”.  Presiden secara khusus juga menyatakan bahwa stunting merupakan ancaman serius bagi masa depan Indonesia. Indonesia masih memiliki pekerjan rumah besar karena prevelensi stunting yang masih sebesar 24,4 persen, sementara target angka stunting di 2024 adalah turun menjadi 14 persen.

Namun di tengah ambisi besar penurunan stunting, kita dihadapkan pada fakta kemampuan penduduk dalam mengonsumsi makanan bergizi masih rendah.

Baca juga: Ibu Punya Peran Penting dalam Mencegah Stunting

Tim jurnalisme data harian Kompas yang mencoba menghitung biaya untuk membeli makanan bergizi di Indonesia berdasarkan standar komposisi Healthy Diet Basket (HDB), dan digunakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), menemukan bahwa 183,7 juta atau 68 persen penduduk tidak mampu memenuhi kecukupan gizi tersebut.

Dengan menggunakan standar tersebut, untuk mendapatkan makanan bergizi seimbang dibutuhkan biaya Rp 22.126 per hari per orang atau Rp 663.761 per orang per bulan. Kenyataan di lapangan menunjukkan,  nilai konsumsi makanan lebih dari separuh orang Indonesia masih di bawah nilai tersebut.

Hasil analisis Kompas tidak jauh berbeda dari analisis FAO tahun 2021 yang menunjukkan bahwa ada 69,1 persen penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan bergizi. Daerah-daerah di kawasan tengah dan timur Indonesia menjadi yang penduduknya paling banyak tidak memenuhi nila kecukupan makanan gizi seimbang.

Prosentase jumlah penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi seimbang menjadi ironi dihadapkan pada upaya intervensi yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi stunting. Dalam target intervensi sensitif yang dilakukan pemerintah, hanya 15,6 juta keluarga miskin dan rentan yang akan menerima bantuan sosial pangan.

Artinya, tidak semua penduduk yang berada dalam kondisi tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi seimbang akan menerima bantuan sosial pangan. Sementara kondisi lapangan menunjukkan, sekitar 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted, akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia.

Stunting juga meningkat signifkan pada bayi usia 6-23 bulan, akibat kurang protein hewani pada makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan.

Stunting dan Kecukupan Makanan Bergizi

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang sering dialami oleh anak di dunia. Kejadian stunting menandakan bahwa anak tersebut tidak cukup gizi. Ketidakcukupan gizi merupakan salah satu faktor penyebab stunting. Namun hal itu bisa  juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi keluarga.

Meskipun penyebab terjadinya stunting multifaktor, namun penyebab paling utama adalah kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat berupa kurangnya jumlah asupan makanan atau kualitas makanan yang kurang baik, seperti kurangnya variasi makanan.

Kurangnya asupan gizi mulai dari calon ibu saat masih remaja, saat menikah, dan hamil serta pada bayi dan balita yang diasuhnya yang berujung pada pertumbuhan yang mengalami hambatan.

Fakta temuan tim jurnalis Kompas tidak dapat dipungkiri merupakan ancaman bagi target untuk menurunkan angka prevelensi stunting di Indonesia. Bagaimanapun, kecukupan makanan bergizi seimbang merupakan syarat penting untuk untuk mengatasi stunting.

Menurut WHO, stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai. Namun kondisi terjadinya stunting disebabkan banyak faktor dan faktor-faktor tersebut tidak hanya terjadi pada anak.

Karena itu, intervensi dalam penanganan stunting juga bersifat multidimensi dan multi-treatment yang diberikan juga tidak hanya anak sebagai sasarannya. Dalam intervensi spesifik untuk penurunan stunting misalnya, sasaran intervemsi khususnya kelompok perempuan mulai dari gadis remaja, ibu hamil, bayi usia 6-23 bulan sampai dengan balita dengan berbagai intervensi sesuai dengan kelompok sasaran tersebut.

Baca juga: Bahaya Anemia pada Ibu Hamil Bisa Memicu Stunting, Ini Kata Ahli...

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau