Kelima, periode sekitar abad ke 18 hingga kini yang memang masih mengalami fluktuasi dalam hubungan dokter-pasien, yaitu seperti yang disampaikan oleh Szasz dan Hollender (1956), hubungan dokter pasien dapat dikategorikan dalam tiga model dasar, yaitu Aktif – pasif atau paternalistik; bimbingan – Kerjasama; dan saling berpartisipasi.
Pendekatan hubungan dokter pasien juga dapat digambarkan pada kondisi berpusat pada dokter, berpusat pada pasien atau Kerjasama.
Di Indonesia, masa prasejarah hingga masa sejarah sebelum kehadiran penjajah, masyarakat yang cenderung animisme dan dinamisme sangat mungkin penyembuh dianggap sebagai dewa atau orang suci.
Pada masa Penjajahan, struktur sosial diatur sesuai kebutuhan bangsa penjajah yang menciptakan ketertundukan dan kepatuhan masyarakat pada penjajah.
Saat itu budaya pada penyembuhan tradisional yang berjalan di masyarakat masih sangat kuat, dan hubungan antara dokter/penyembuh-pasien adalah Aktif-Pasif.
Setelah kemerdekaan hingga Orde Baru, hubungan dokter masih cenderung Aktif Pasif, meski di beberapa wilayah seperti perkotaan, hubungan tersebut adalah ‘Bimbingan-Kerjasama’.
Perubahan signifikan adalah masa-masa Reformasi (1998) hingga sekarang. Euphoria demokrasi, dan semangat egaliterian, kebebasan, martabat dan bukti ilmiah-empiris mendesak berbagai tatanan politik di Indonesia.
Hubungan yang disosialisasikan adalah hubungan yang berimbang berupa suatu kemitraan. Sistem JKN juga memengaruhi hubungan dokter-pasien yang kian bersifat kontrakstual.
Berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat berimplikasi pada kemudahan akses informasi kesehatan dan telemedicine dapat memengaruhi pasien untuk berani menyampaikan argumen medis mengenai dirinya pada dokter atau bahkan menyangkal diagnosa dokter merujuk pada bacaannya dari internet.
Pemahaman atas hak dan kewajiban dokter dan pasien sangat perlu dimengerti oleh kedua belah pihak.
Keharmonisan hubungan dapat menguntungkan pasien karena pasien akan mendapatkan perawatan yang memadai, terlindungi dari praktik medis yang tidak etis, mampu mempertahankan haknya, memiliki kepercayaan bahwa dokter akan memberikan pelayanan terbaik untuk pasien, memiliki kepastian dan ketenangan.
Bagi dokter, hubungan harmonis dengan pasien akan menimbulkan kebahagiaan bekerja, perasaan telah berbuat optimal, peningkatan kualitas perawatan, mendapat reputasi positif, menghindari risiko tuntutan hukum, bahkan bagi kedua belah pihak.
Meskipun pasien dan keluarganya harus menghormati dokter yang telah membaktikan dirinya sebagai pahlawan kesehatan untuk membantu pasien, namun, saya juga meyakini bahwa dokter perlu terus mengasah keterampilan komunikasinya, sehingga niat baiknya tidak disalahartikan oleh pasien.
Balint (1964) telah mengingatkan mulianya posisi dokter dengan menyebut, ‘Dokter adalah obat. Alat pengobatan yang paling kuat adalah dokter itu sendiri’.
Pendiri RS John Hopkins, William Osler juga menyebutkan bahwa dokter yang baik akan mengatasi penyakit, sementara dokter hebat merawat pasien yang memiliki penyakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.