Oleh: Dr. dr. Susanthy Djayalaksana, Sp.P(K) dan dr. Nizzar
Penggunaan obat inhaler asma golongan short acting beta agonists atau SABA tidak dianjurkan digunakan secara sembarangan dalam jangka panjang. Pasalnya, obat ini terbukti meningkatkan risiko terjadinya kekambuhan penyakit asma.
Artikel berikut ini akan menjelaskan lebih lanjut apa itu inhaler pelega asma golongan SABA, bahaya penggunaan jangka panjang, sampai bagaimana caranya mengatasi asma yang tepat agar penyakit tidak gampang kambuh.
Sebenarnya SABA adalah nama dari golongan obat, yaitu singkatan dari short acting beta agonist atau agonis beta yang bekerja cepat.
Obat pelega asma ini bekerja dengan menstimulasi reseptor beta 2 adregenic yang berada dipermukaan sel, yang secara singkatnya menyebabkan relaksasi dari otot halus pernapasan sehingga melegakan jalan napas akibat serangan asma yang terjadi tiba-tiba.
Obat ini bekerja dalam hitungan menit dan efeknya bertahan selama 4–6 jam. Obat yang termasuk ke dalam golongan SABA contohnya adalah Salbutamol, terbutaline. Bentuknya bisa berupa tablet, inhaler, respule, syrup.
Penggunaan inhaler pelega asma SABA yang tidak tepat atau berlebihan justru akan membuat reseptor beta 2 adregenic tadi semakin lama semakin "kebal".
Serta, menyebabkan obat yang tadinya dapat bertahan 4-6 jam semakin lama semakin singkat daya tahannya dan membutuhkan dosis yg semakin banyak dan akhirnya "tidak mempan" mengatasi serangan asma.
Bahayanya pada penderita asma yang "hanya mengandalkan" SABA sebagai obat asmanya. Karena prinsip pengobatan asma hingga kini butuh dua jenis obat.
Pertama, obat pelega (reliever), di mana pelega dapat mengatasi serangan asma yang datang tiba-tiba.
Kedua, obat pengontrol (controller), yaitu obat yang digunakan rutin meskipun tidak ada serangan. Obat ini tujuannya untuk mengontrol agar tidak terjadi serangan atau menjarangkan frekuensi kemungkinan terjadinya serangan.
Kedua macam obat ini penting digunakan oleh penderita asma untuk mencapai tujuan terapi asma, yaitu semakin jarangnya serangan bahkan bebas serangan.
Jadi tidak bisa hanya pelega saja. Karena kalau hanya pelega saja maka tidak bisa menjarangkan serangan dan justru lama kelamaan menyebabkan tubuh tidak lagi sensitif terhadap obat pelega tersebut.
Dikhawatirkan, pada akhirnya bisa memicu serangan asma berat yang "tidak mempan" dengan obat pelega bahkan bisa mengancam terjadinya henti napas.
Kedua macam obat ini pun tidak melulu dosisnya tetap, karena perlahan bisa diturunkan dosisnya jika kondisi klinis pasien membaik. Karena itu, pasien asma harus rutin kontrol.