Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Sebabkan Kematian, Begini Pengaruh Asfiksia pada Tubuh

Kompas.com - 07/09/2023, 07:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar istilah asfiksia? Asfiksia adalah kondisi saat tubuh manusia tidak mendapatkan cukup oksigen.

Kekurangan oksigen pada orang yang mengalami asfiksia tak hanya memicu sesak napas. Dalam kasus yang parah, asfiksia bisa mengakibatkan seseorang mengalami penurunan kesadaran hingga kematian.

Untuk mengetahui bagaimana asfiksia memengaruhi tubuh, simak penjelasan berikut.

Baca juga: Apa itu Asfiksia? Kenali Gejala dan Jenisnya Berikut

Bagaimana asfiksia memengaruhi tubuh?

Seseorang memerlukan oksigen yang cukup untuk bisa bernapas dengan normal.

Saat bernapas, oksigen akan masuk melalui hidung, kemudian melalui batang tenggorokan (trakea), lalu masuk ke paru-paru melalui bronkus dan bronkiolus.

Di dalam paru-paru atau tepatnya di alevoulus, terjadi pertukaran antara oksigen dengan karbon dioksida yang keluar saat seseorang menghembuskan napas.

Sementara, oksigen yang dihirup akan masuk ke dalam darah, kemudian disebarkan ke seluruh organ dan jaringan tubuh, termasuk otak.

Ketika seseorang mengalami asfiksia, otak tidak mendapatkan cukup oksigen, sehingga terjadi penurunan kesadaran dalam hitungan menit.

Apabila dibiarkan, kondisi tersebut dapat memicu kerusakan otak permanen hingga mengancam jiwa atau kematian.

Dilansir dari Cleveland Clinic, asfiksia bisa terjadi karena benda asing yang masuk ke saluran pernapasan atau akibat tenggelam. Berikut penjelasannya.

  • Penyumbatan saluran pernapasan

Jika benda asing menghalangi jalan napas, tubuh tidak dapat mengeluarkan karbon dioksida.

Hal ini akan membuat oksigen tidak dapat mencapai jaringan di tubuh. Kondisi ini mengakibatkan kadar oksigen di dalam jaringan tubuh menurun atau dikenal dengan istilah hipoksia.

Setelah itu, tubuh secara refleks berusaha bernapas kembali demi mendapat oksigen yang cukup.

Pada kondisi ini, seseorang bisa mengalami perubahan fisik, seperti mata melotot, perubahan warna kulit, hingga batuk-batuk karena kesulitan bernapas. 

Hal ini mengakibatkan kenaikan tekanan darah dan detak jantung, sementara pH darah akan turun dan memicu pelepasan hormon katekolamin.

Katekolamin adalah hormon yang berperan penting dalam respons "fight or flight". Hal ini membuat tekanan darah Anda turun, dan jantung Anda melambat.

Untuk mengatasinya, benda asing yang menyumbat jalan nafas harus segera dihilangkan.

Jika tidak, jantung akan berhenti berdetak (henti jantung) dalam empat hingga lima menit.

Baca juga: 8 Penyebab Asfiksia yang Pantang Diabaikan

  • Tenggelam

Pada sekitar 10 persen kasus tenggelam, pita suara tiba-tiba berhenti bekerja (laringospasme) saat kita pertama kali menghirup air.

Kondisi tersebut bisa berakibat fatal karena seseorang bisa meninggal dunia akibat sesak napas, meski tidak ada air yang masuk ke dalam paru-paru.

Dalam 90 persen kasus lainnya, otot-otot di glotis (ruang antara pita suara) mengendur, dan air masuk ke paru-paru.

Tubuh Anda akan cepat menyerap air. Air akan mengencerkan plasma dalam darah dan memecah sel darah merah (hemolisis).

Jika Anda tenggelam di lautan yang notabene airnya mengandung garam, cairan dari sistem peredaran darah ke paru-paru akan tertarik dan jumlah plasma dalam darah akan turun.

Setelah mengetahui bagaimana asfiksia memengaruhi tubuh, Anda dapat mewaspadai masalah pernapasan akibat kekurangan oksigen ini. Segera ke rumah sakit jika Anda mencurigai anggota keluarga, rekan, atau orang terdekat mengalami asfiksia.

Baca juga: Asfiksia Neonatorum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com