Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merck Global Manfaatkan Kecerdasan Buatan untuk Efisiensi Harga Obat

Kompas.com - 06/10/2023, 15:44 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Industri farmasi merupakan industri yang berbiaya sangat mahal. Sebab inovasi obat-obatan baru membutuhkan teknologi canggih dan riset yang panjang.

Executive Vice President Merck Healthcare Global, Hong Chow, dalam wawancara di Jakarta (3/10/2023) menyampaikan, inovasi yang dilakukan bertujuan untuk membuat obat yang bisa menyelamatkan nyawa banyak orang.

"Peluang keberhasilannya pun hanya 10 persen dan proyek penelitiannya paling cepat 10 tahun. Karena itu industri ini berbiaya tinggi dan beresiko tinggi," tutur Chow.

Ia membandingkan dengan industri lain seperti otomotif yang bisa mengeluarkan model baru setiap dua tahun, bahkan ponsel setiap tahun bisa berganti baru.

Executive Vice President Merck Healthcare Global, Hong ChowKOMPAS.com/Lusia Kus Anna Executive Vice President Merck Healthcare Global, Hong Chow
"Ini menunjukkan produk farmasi perlu mendapat reward untuk inovasi yang dilakukan sehingga perusahaan farmasi mau berinvestasi," ujar wanita yang juga menjadi Head of China & International Healthcare Merck ini.

Baca juga: BPOM Sebut 25 Persen Industri Farmasi Masuk Kategori Perlu Tingkatkan Ketentuan CPOB

Merck sebagai perusahaan farmasi tertua di dunia tak pernah berhenti berinovasi pada 4 spesialisasi inti, yaitu onkologi, neurologi & imunologi, fertilitas, serta kardiometabolik dan endokrinologi.

Beberapa waktu lalu Merck baru meluncurkan obat baru untuk penyakit Multiple Scelrosis dan sedang bersiap meluncurkan obat bladder atau kandung kemih.

Hong mengatakan, untuk meningkatkan keterjangkauan obat inovatif, Merck melakukan berbagai program. Dimulai dari riset dan pengembangan obat baru yang menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Inteligence/AI) untuk efisiensi.

"Kami berkolaborasi dengan perusahaan AI. Menggunakan big data, robot kami minta membuat desain molekul dengan karakter spesifik yang sudah ditetapkan. Ini akan menekan biaya jika dibandingkan dengan dulu di mana riset obat adalah proyek besar," katanya.

Dengan efisiensi di bidang riset dan pengembangan, diharapkan harga obat-obat baru pun bisa ditekan.

Baca juga: Obat Baru dan Inovatif Sulit Masuk ke Indonesia

Contoh lain adalah pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas akses screening penyakit, khususnya penyakit tiroid melalui program RAISE yang juga dijalankan di Indonesia.

Sebagai bagian dari komitmetn Merck Global, Program RAISE Tiroid ditargetkan dapat menjangkau 52.000 tenaga kesehatan serta melakukan skrining pada 3 juta populasi dewasa beresiko tinggi.

Di Indonesia Merck memberikan pelatihan kepada para dokter dengan target 2.600 praktisi kesehatan dan penyediaan pemeriksaan gangguan tiroid. Program ini sudah berjalan sejak Mei 2023.

Program Raise Tiroid yang digagas oleh Merck memberikan pelatihan kepada para dokter dengan target 2.600 praktisi kesehatan, dan penyediaan pemeriksaan gangguan tiroid.Dok Merck Program Raise Tiroid yang digagas oleh Merck memberikan pelatihan kepada para dokter dengan target 2.600 praktisi kesehatan, dan penyediaan pemeriksaan gangguan tiroid.

Di Indonesia, berdasarkan data tahun 2022, jumlah penyandang hipotiroid diperkirakan mencapai 12,4 juta orang dengan tingkat penanganan diperkirakan masih sangat rendah yaitu 1,9 persen .

Sedangkan jumlah penyandang hipertiroid diperkirakan mencapai 13,2 juta dengan tingkat penanganan yang dipeperkirakan juga sangat rendah, hanya 6,2 persen.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau