PANDEMI Covid-19 berdampak pada kesehatan sekitar 6,7 juta orang yang terinfeksi, termasuk kesakitan, kematian, dan kegagalan organ.
Hal ini mempunyai konsekuensi sangat besar terhadap kondisi sosial budaya, politik dan ekonomi, khususnya tingkat produktivitas tenaga kerja.
Rendahnya produktivitas terlihat pada data 2023 yang dirilis Global Finance. Lembaga tersebut melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat 102 secara ekonomi di antara 188 negara merdeka di dunia.
Produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada paritas daya beli sebesar Rp 5.226,7 triliun dan pendapatan per kapita sebesar 4.783,9 dollar AS.
Berdasarkan kenyataan tersebut, pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya melaksanakan pembangunan sektor kesehatan sesuai rencana strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) 2020-2024.
Tujuan pembangunan jangka menengah RPJPN tahun 2020-2024 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia mandiri, maju, adil dan makmur dengan percepatan pembangunan di berbagai bidang.
Sedangkan tujuan percepatan pembangunan bidang kesehatan adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia mandiri, maju, adil dan makmur, khususnya di bidang kesehatan.
Hal ini ditandai, pertama, dengan menjamin keberlanjutan sistem kesehatan dengan kemampuan mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman kesehatan global.
Kedua, kesejahteraan masyarakat terus meningkat yang ditunjukkan dengan tercapainya pencapaian setiap warga negara terhadap lembaga jaminan sosial yang semakin komprehensif.
Ketiga, status kesehatan dan gizi masyarakat membaik, dan proses tumbuh kembang yang optimal ditandai dengan peningkatan Angka Harapan Hidup dan Angka Harapan Hidup Sehat.
Kita bersyukur pemerintah memutuskan untuk meningkatkan anggaran kesehatan sebagai bagian dari upaya mengurangi risiko kesehatan sekaligus membangun sumber daya manusia untuk Indonesia sehat dan produktif.
Bahkan, komitmen pemerintah terlihat jelas dalam perkembangan anggaran kesehatan yang terus meningkat selama lima tahun terakhir.
Pada 2024, pemerintah telah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 186,4 triliun atau 5,6 persen dari APBN. Jumlah tersebut meningkat 8,1 persen atau Rp 13,9 triliun dibandingkan anggaran 2023.
Kementerian Kesehatan mengalokasikan sebagian anggarannya untuk mengubah sistem kesehatan, mendorong industri farmasi yang kuat dan berdaya saing, meningkatkan ketersediaan dan mutu pelayanan dasar dan penunjang, serta menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang andal dari awal sampai akhir.
Khusus mengacu pada nota anggaran 2024, Kemenkes mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 106,89 miliar melalui belanja Kementerian/Lembaga (K/L), Rp 13,3 triliun pada belanja non-K/L, transfer daerah (TKD) sebesar Rp 66,07 triliun.
Salah satu tujuan utama anggaran layanan kesehatan adalah untuk menurunkan prevalensi stunting yang terus menurun sejak 2014.
Dari 37 persen pada 2014 menjadi 22,2 persen (2021), dan 21,6 persen pada 2023, lapor Kementerian Kesehatan Indonesia. Target pemerintah adalah prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk memperluas pelayanan anak stunting di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, memperkuat sinergi berbagai lembaga baik pusat, daerah, dan swasta.
Nota anggaran juga menyatakan bahwa alokasi anggaran akan mendukung pengalihan pelayanan kesehatan primer yang bersifat promotif dan preventif, seperti pengobatan ibu hamil yang menderita kekurangan energi kronis.
Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mengurangi laju peningkatan angka kelahiran.
Untuk itu, Pemerintah menargetkan penurunan angka kesuburan atau Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 anak per perempuan pada 2024, dari 2,26 anak per perempuan pada 2020 dan 1,97 per anak perempuan pada 2045.
Alokasi anggaran tersebut juga bertujuan mendukung transformasi layanan rujukan melalui pemerataan akses terhadap prioritas kesehatan yang lebih baik, khususnya dalam pengobatan penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit ginjal.
Terkait hal tersebut, pemerintah telah mendirikan 15 rumah sakit besar untuk memperkuat layanan rujukan di daerah terpencil dan 16 rumah sakit vertikal yang bekerja sama dengan organisasi dan rumah sakit internasional.
Pemerintah juga menargetkan 2.939 dari 3.122 rumah sakit yang ada di Indonesia saat ini, tidak termasuk 42 RS Jiwa, 52 RS Pratama Kelas D, dan 89 RS Covid, akan mengadopsi Sistem Klasifikasi Rumah Sakit Standar (KRIS) pada 2025.
Pemerintah terus mendorong inovasi untuk memasukkan peralatan kesehatan rumah dan produk rumah tangga ke dalam pembelian barang dan jasa.
Terkait hal tersebut, Kementerian Perindustrian memperkirakan ketergantungan industri farmasi nasional terhadap impor produk farmasi akan menurun signifikan hingga 2024.
Nilai impor penurunan impor produksi farmasi diharapkan akan menurun sebesar 20,52 persen, sehingga ketergantungan terhadap impor akan berkurang hingga 74 persen.
Kementerian Kesehatan juga menyetujui anggaran untuk reformasi sistem keuangan. Termasuk motivasi tenaga kesehatan dan perluasan pelayanan sosial pada sistem jaminan kesehatan (JKN) sesuai Peraturan No. 3 Menteri Kesehatan pada tahun 2023.
Alokasi anggaran juga akan disalurkan pada sektor transformasi sumber daya manusia di bidang kesehatan, khususnya dengan memperluas jangkauan tenaga kesehatan.
Menurut Ombudsman RI, ada urgensi yang tinggi untuk mengubah sumber daya manusia di bidang kesehatan saat ini. Sebab, BPS menemukan sebanyak 4.770 puskesmas di Indonesia tidak memiliki SDM yang lengkap sesuai profesinya.
Jumlah tersebut setara dengan 45,64 persen dari 10.454 puskesmas di Indonesia.
Ombudsman juga mencatat dari 45,64 persen tersebut, sebanyak 4,17 persen atau 190 puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter. (www.liputan6.com, 27 September 2023).
Selanjutnya alokasi anggaran akan diarahkan untuk implementasi perubahan teknologi kesehatan.
Terkait perubahan teknologi kesehatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan talenta Indonesia harus mampu mengimbangi perkembangan teknologi industri kesehatan yang maju dan pesat, tidak hanya pada sektor rumah sakit, namun juga pada teknologi farmasi.
Tentu saja, anggaran kesehatan yang semakin besar akan menambah beban APBN. Namun peningkatan anggaran seringkali berbenturan dengan ketersediaan dana perbendaharaan.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan harus mempertimbangkan alternatif untuk mengatasi keterbatasan sumber keuangan untuk mencapai tujuan jaminan kesehatan universal.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pilihan paling mendasar yang harus diambil oleh pemerintah adalah membuat anggaran kesehatan berdasarkan hasil, bukan berdasarkan pengeluaran wajib.
Selanjutnya, menghimpun dana masyarakat dalam negeri sangatlah penting. Perlu diingat bahwa tidak ada negara yang dapat mencapai kemajuan signifikan menuju jaminan kesehatan universal atau universal health coverage (UHC)) tanpa meningkatkan pendapatan pemerintah.
Artinya, penerapan sistem perpajakan dalam negeri yang efisien sangat penting untuk mendukung perluasan pembebasan pajak dalam rangka implementasi agenda universal healt coverage (UHC).
Menurut WHO, pemerintah dapat memilih cara alternatif untuk memperkuat anggaran kesehatan dengan membuka partisipasi masyarakat, seperti pihak swasta atau filantropi.
Hal penting lainnya yang perlu dikembangkan pemerintah adalah penerapan strategi pengelolaan anggaran kesehatan yang mengedepankan transparansi, efisiensi dan relevansi.
Dari segi efisiensi, pemerintah harus menetapkan skala prioritas dalam melaksanakan pembangunan sektor kesehatan.
Selain itu, pemerintah harus mengambil pendekatan bertahap dalam membangun fasilitas dan mengembangkan layanan kesehatan.
Hal penting lainnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah menganggarkan layanan kesehatan berdasarkan efisiensi, bukan belanja wajib
Strategi anggaran yang baik berkaitan langsung dengan sumber daya manusia yang sehat dan produktif.
Dengan strategi perluasan anggaran, kami berharap Kementerian Kesehatan mampu mencapai tujuan pembangunan kesehatan terutama dalam pelaksanaan program promotif dan preventif, yaitu: dalam mencegah masyarakat sakit dan sebagai sumber daya manusia yang sehat dan produktif.
Salah satu indikator warga negara atau sumber daya manusia yang sehat dan produktif adalah peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa antara tahun 2010 dan 2023, IPM Indonesia meningkat rata-rata sebesar 0,76 persen dari 66,53 pada 2010 menjadi 72,29 (2022) dan 72,91 (2023).
Misalnya, peningkatan IPM 2023 terjadi di semua dimensi. Dimensi umur panjang dan hidup sehat meningkat sebesar 0,28 persen pada 2023 dari 71,85 pada 2022.
Dimensi pengetahuan menjadi 13,10, dimensi hidup layak meningkat dari Rp 323.000 pada 2022 (2,90 persen).
Peningkatan anggaran kesehatan pada APBN 2024 sebesar 5,6 persen menjadi Rp186,4 triliun dapat meningkatkan IPM Indonesia seluruh dimensinya pada 2024, sehingga menjadikan sumber daya manusia Indonesia lebih produktif.
Kita tidak ingin bermimpi besar. Namun setidaknya kita berharap ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi kenyataan, bahwa paritas daya beli PDB Indonesia akan meningkat menjadi 5,36 triliun dolar AS pada 2024 dan menjadi yang terbesar kelima di dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.