Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKKBN: Waspada jika Perempuan Usia 16 Tahun Belum Menstruasi

Kompas.com - 12/02/2024, 22:00 WIB
Khairina

Editor

Sumber Antara

KOMPAS.com - Orangtua diminta waspada apabila anak perempuannya belum mengalami menstruasi di usia 16 tahun.

"Batasnya di usia 16 tahun, kalau 16 tahun belum menstruasi, hampir dipastikan ada masalah, ini harus dicek organ reproduksinya," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, seperti ditulis Antara, Senin (12/2/2024).

Baca juga: 4 Hal yang Membuat Wanita Mudah Lelah saat Menstruasi

Hasto menyarankan agar ada program untuk mengenalkan tentang kesehatan reproduksi kepada para remaja.

Sehingga, para remaja perempuan bisa saling berdiskusi dan tidak khawatir apabila belum mengalami menstruasi seperti teman-teman seusianya.

"Anak perempuan juga ada yang umurnya 13 tahun belum menstruasi, sekarang rata-rata 12,5 tahun. Nah, mereka yang belum menstruasi itu bingung, mengapa kok belum? Ini perlu ada wadahnya, kapan ini ada forumnya?" ucapnya.

Nantinya, dalam forum tersebut, ia berharap ada cerita-cerita dan diskusi tentang perempuan itu rata-rata menstruasinya di usia 12 tahun. Apabila belum mengalami menstruasi hingga 14 tahun, ada faktor-faktor lain yang bisa dilihat dan masih dalam batas aman, menandakan bahwa hormonnya masih bekerja.

"Nanti kalau belum menstruasi, batasnya berapa? 14 tahun. Kalau 14 tahun belum menstruasi, masih aman, asalkan payudaranya sudah tumbuh, bulu ketiaknya sudah muncul, itu semua sudah ada panduannya normal atau tidak normal. Jika tanda-tanda itu sudah muncul, artinya aman karena hormonnya sudah jalan," tuturnya.

Baca juga: Jangan Anggap Sepele, Ini 4 Bahaya Menstruasi Tidak Teratur

Hasto juga menjelaskan, jangka waktu menstruasi normal yakni minimal 2 hari dan maksimal 7 hari, dengan volume maksimal 200 cc per hari.

"Pedoman berikutnya, menstruasi yang normal itu tidak bergumpal-gumpal. Kalau ada orang mens bergumpal, itu sudah tidak normal, karena kalau yang normal, darah tidak terlalu banyak, lewat lorong leher rahim, di situ ada yang mengencerkan darah, akhirnya keluar dalam bentuk encer," ujar dia.

"Ini sebetulnya hal yang sepele, tetapi sering membawa masalah karena orangtua tidak tahu dan kurang memperhatikan hal-hal tersebut, sehingga ketika anaknya mengalami, dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja," imbuhnya.

Untuk menyosialisasikan hal tersebut, ujar Hasto, bisa diajarkan dalam bentuk edukasi kesehatan reproduksi di sekolah.

Menurutnya, edukasi tentang reproduksi bukan sebatas tentang hubungan seksual belaka.

"Sebetulnya sexual education itu bukan pendidikan tentang hubungan seksual, tetapi publik memahaminya seolah-olah itu sebatas sexual intercourse, maka saya sepakat kalau ada istilah lain, misalnya kesehatan reproduksi benar-benar diberikan di sekolah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau