Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Saraf Terjepit, Ini Penyebab Tersering Nyeri Punggung

Kompas.com - 13/03/2024, 04:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Nyeri punggung merupakan keluhan kesehatan yang sering dialami orang dewasa di seluruh dunia. Diperkirakan 80 persen orang akan mengalami nyeri punggung pada satu titik dalam hidup mereka.

Kebanyakan nyeri punggung bawah akut terjadi akibat cedera pada otot, ligamen, persendian, atau cakram tulang rawan. Misalnya, otot terkilir atau tegang karena gerakan tiba-tiba atau gerakan yang salah saat mengangkat benda berat.

Faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan nyeri punggung biasanya terkait dengan penuaan dan degenerasi tulang belakang.

Dr. Lee Chee Kean, spesialis bedah tulang belakang dari ALTY Hospital Kuala Lumpur Malaysia, mengatakan mayoritas keluhan nyeri punggung terjadi karena faktor otot yang disebut juga dengan muscular backpain.

"Muscular backpain dapat terjadi karena cedera otot akibat aktivitas yang berlebihan atau gerakan yang salah, kekakuan otot, hingga postur tubuh yang buruk," katanya dalam acara temu media di Jakarta (8/3/2024).

Baca juga: Cara Mengobati Nyeri Punggung karena Usia

Nyeri punggung karena otot tersebut pada umumnya akan sembuh dalam 3-5 hari dan tidak membutuhkan terapi. Rasa nyeri biasanya akan membaik dengan istirahat, peregangan ringan, atau obat pereda nyeri.

Meski begitu, menurut dr.Lee jika keluhan tidak membaik atau justru mengalami perburukan sebaiknya segera diperiksakan ke dokter.

"Waspadai jika keluhan nyeri punggung disertai dengan demam, nafsu makan turun, atau nyeri yang terjadi setelah kecelakaan," katanya.

Ilustrasi pilihan kursi kantoran untuk cegah risiko saraf kejepitUnsplash Ilustrasi pilihan kursi kantoran untuk cegah risiko saraf kejepit

Gejala yang lebih serius dari nyeri punggung bisa disebabkan karena hernia nukleus pulposus (HNP) yang lebih populer disebut dengan saraf terjepit.

"Saraf terjepit beda dengan nyeri punggung biasa karena rasa nyerinya bisa menjalar sampai ke pinggul hingga kaki. Ada kalanya sering dikira stroke karena ada kesemutan dan kebas," ujar dr.Lee.

Untuk memastikan penyebab dari nyeri punggung diperlukan pemeriksaan lebih teliti, termasuk dengan melakukan rontgen, pemeriksaan MRI atau pun CT Scan.

Baca juga: Kursi Ideal Pekerja Kantoran untuk Cegah Risiko Saraf Kejepit

Pencegahan nyeri punggung

Menurut dr.Lee ada berbagai faktor risiko nyeri punggung, yaitu tubuh tidak bugar, jarang berolahraga, kegemukan, atau postur tubuh yang salah saat bekerja.

"Termasuk pada pekerja yang sering mengangkat berat atau melakukan gerakan yang salah saat berolahraga," katanya.

Cara yang benar saat mengangkat benda berat yakni menggunakan kekuatan kaki dan otot perut. Saat mengangkat, pegang benda dekat tubuh.

Pilihan terapi

Ada berbagai terapi alternatif untuk mengurangi keluhan nyeri punggung. Mulai dari pijat tradisional, akupuntur, fisioterapi, hingga kiropraktik.

Dokter Lee mengatakan, pendekatan holistik tersebut bisa saja dilakukan jika memang dirasakan manfaatnya. Namun, pada kasus nyeri punggung yang lebih berat biasanya terapi tersebut hanya memberi efek sementara.

Baca juga: Efek Buruk Kelainan Tulang Skoliosis jika Dibiarkan

"Biasanya terapi alternatif itu hanya solusi jangka pendek dan keluhan nyerinya akan hilang timbul," katanya.

Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu takut melakukan pengobatan medis jika kasusnya sudah berat atau dirasa mengganggu aktivitas sehari-hari.

Kemajuan teknologi pemeriksaan dan juga pengobatan untuk masalah tulang belakang saat ini sudah semakin maju.

"Untuk operasi tulang belakang yang tergolong kompleks, seperti skoliosis misalnya, menurut dr.Lee memiliki faktor risiko yang lebih kecil selama dikerjakan oleh dokter yang kompeten," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau