Selain itu, Askara sempat dinyatakan mengalami anemia defisiensi besi (ADB) pada usia 6 bulan, yang mengharuskannya diberi suplemen zat besi selama 10 bulan dan menjalani transfusi darah tiga kali. Ia juga pernah didiagnosis pneumonia yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit.
Pada tahap ini, Retha pun merasa sangat bersyukur telah mengambil langkah tepat dengan mendaftarkan Askara ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak masih berada di kandungan.
Dengan begitu, perawatan medis, operasi, pemasangan NGT, dan rehabilitasi medik yang dibutuhkan putranya sedari lahir hingga sekarang dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Baca juga: Treacher Collins Syndrome (TSC)
”BPJS telah memfasilitasi Askara berkenalan dengan banyak dokter hebat di tujuh RS di Solo Raya. Ada dokter spesialis anak, endokrin, jantung, paru, bedah mulut, hingga THT. Ia juga telah dipertemukan dengan para terapis yang sabar. Dengan begitu, Askara bisa tumbuh dengan lebih baik. Anak spesial kami kini jadi doyan makan, antusias bersekolah, aktif ke sana ke mari. Ini jelas sangat berarti bagi kami. Kami pun jadi lebih bersemangat untuk bisa membersamainya,” ungkap Retha.
Askara pada mulanya terdaftar sebagai peserta JKN dari tanggungan sang ayah. Namun, setelah Retha dan suami memilih resign sebagai karyawan swasta untuk fokus merawat Askara, mereka kini menjadi peserta segmen penerima bantuan iuran (PBI).
”Kami bersyukur BPJS mengusung skema gotong royong. Skema ini memberi kesempatan kita untuk bisa saling membantu dan peduli terhadap sesama. Kami juga punya kesemangatan untuk bisa menjadi peserta (segmen) mandiri,” tutur mantan karyawan perusahaan farmasi yang kini berusaha menggeluti bisnis jualan online itu.
Sementara itu, saat disinggung soal pengalaman mendampingi Askara mengakses pelayanan kesehatan di klinik maupun di RS sebagai peserta JKN, Retha bersaksi tak pernah mengalami diskriminasi. Lebih puas lagi, ia merasa fasilitas kesehatan terus berbenah di era JKN.
Warga Kelurahan Sumber, Banjarsari, Solo, Indri Hastuti (45), juga merasakan betul manfaat dari JKN. Ia jadi tak perlu mengkhawatirkan biaya pengobatan penyakit jantung putrinya, Sherly (23).
”Ketika (Sherly) didiagnosis ada masalah di jantungnya, tentu saya kaget. Untunglah saat itu kami sudah terdaftar BPJS. JKN ini memang sangat penting diikuti untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai risiko kesehatan,” tuturnya.
Meski keluarganya hanya terdaftar sebagai peserta JKN kelas 3, Indri menyaksikan para tenaga kesehatan di RSUD tetap memberikan pelayanan optimal kepada putrinya.
Ketua Paguyuban Kader Posyandu Kelurahan Mojosongo, Jebres, Sri Wahyuni (55), bercerita karena paham betul akan manfaat JKN, para kader di Mojosongo telah bersepakat untuk terus memantau status kepesertaan BPJS warga di wilayah masing-masing.
“Kalau sampai ada warga yang belum daftar JKN atau status kepeserataannya tidak aktif lagi, kader Posyandu biasanya akan langsung berinsisiatif mendampingin mereka dalam proses pembuatan atau pengaktifan kembali,” tuturnya.
Baca juga: 4 Tanda Penyakit Langka pada Anak yang Harus Diwaspadai Orangtua
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Setyowati, menegaskan setiap warga memang harus terkover program JKN. Dengan begitu, warga jadi bisa mendapatkan layanan kesehatan kapan saja tanpa harus memikirkan biaya pengobatan.
Mengingat pentingnya JKN, Pemkot pun selama ini terus berusaha menyisir warga Kota Bengawan yang belum terdaftar program tersebut.
Jika mendapati warga kurang mampu belum tergabung JKN, Pemkot akan berusaha sesegera mungkin menjadikan mereka sebagai peserta segmen PBI ABPD atau APBN. Sedangkan bagi warga yang tergolong mampu, akan didorong menjadi peserta mandiri.