Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Cara Mendiagnosis Penyakit Langka?

Kompas.com - 01/03/2021, 18:07 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

KOMPAS.com – Proses penegakkan diagnosis penyakit langka biasanya tidaklah mudah.

Padahal, penegakkan diagnosis ini adalah kunci bagi setiap pasien penyakit langka untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Penyakit langka yang dimaksud di sini adalah penyakit yang mengancam jiwa atau menganggu kualitas hidup dengan pervalensi yang rendah (kurang dari 2.000 pasien di populasi).

Dokter RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang aktif dalam Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A (K), mengungkapkan diagnosis penyakit langka merupakan tantangan bagi para dokter.

Sering kali dokter harus melakukan banyak pemeriksaan untuk mencari penyebab kelainan yang ditemui.

Pemeriksaan ini sering kali juga memakan waktu sampai hasilnya keluar.

Bahkan, terkadang, setelah keluar, hasilnya tidak mesti sesuai harapan.

Hal ini pun bukan hanya bisa membuat para orang tua pasien putus asa, tapi juga bagi para dokter.

Baca juga: Apa Itu Penyakit Langka? Orang Tua Perlu Tahu

Lantas, bisakah penyakit langka didiagnosis?

dr. Cut Hafifah menyampaikan, rara-rata waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis suatu penyakit langka adalah sekitar 8 tahun.

Diagnosis pun baru tegak setelah menemui kira-kira 10 orang dokter spesialis.

Para pasien biasanya telah salah didiagnosis sebanyak tiga kali sebelum akhirnya mendapat diagnosis pasti.

Namun, menurut dia, belakangan ini perhatian terhadap penyakit langka semakin baik, baik di dunia, termasuk di Indonesia.

Survei terbaru pada 2013 oleh Global Genes menunjukkan dokter layanan primer dan dokter spesialis semakin berminat untuk menangani pasien penyakit langka.

Sebanyak 60 persen dokter layanan primer dan 80 persen dokter spesialis menyanggupi tantangan untuk menangani pasien penyakit langka.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau