Kedua adalah adanya infeksi berulang yang dialami oleh bayi, yang di antaranya disebabkan lingkungan kurang sehat.
Infeksi berulang terjadi ketika keluarga menjalani pola hidup yang tidak bersih terutama pada lingkungan kurang sehat. Infeksi berulang juga terjadi ketika ibu dan anak kurang mendapat akses ke fasilitas layanan kesehatan.
Penyebab ketiga terjadinya stunting, menurut WHO, adalah kurangnya stimulasi psikososial. Ketika bayi dan balita kurang mendapat interaksi sosial yang cukup dan diajak berinteraksi, misalnya hanya di rumah saja dan ditidurkan saja (agar tidak merepotkan ibunya), di situlah bayi dan balita menjadi kurang mendapatkan stimulus psikososial.
Tanpa disadari, hal itu menyebabkan bayi mengalami stunting karena kurang mendapatkan rangsangan di otak.
Ketika stunting sudah menjadi ancaman nasional untuk melahirkan generasi emas, maka diperlukan upaya percepatan untuk penurunan stunting. Upaya percepatan penurunan prevelensi stunting ini memerlukan intervensi holistik.
Intervensi ini meliputi layanan intervensi spesifik dan layanan intervensi sensitif. Layanan intervensi spesifik langsung ditujukan pada objek individu yang akan diberikan intervensi seperti ibu hamil, remaja putri, bayi, dan balita.
Intervensi spesifik ini memberi kontribusi 30 persen terhadap upaya penurunan stunting. Layanan intervensi sensitif mencakup objek lebih luas dan tidak terbatas pada asupan, namun juga pada kondisi lingkungan seperti air bersih dan sanitasi layak.
Intervensi sensitif ini memberi kontribusi 70 persen dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Dalam upaya percepatan penurunan stunting, pemerintah telah mengamanatkan untuk membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dari mulai tingkat pusat/nasional sampai dengan tingkat desa/kelurahan.
Tim ini bertugas mengkoordinasikan, mensinergikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting.
Pada tingkat desa/kelurahan, tim ini melibatkan penyuluh keluarga berencana (KB), petugas lapang KB, Posyandu, PKK, selain unsur kelurahan/desa. Artinya ada amanat untuk dilakukannya kolaborasi dalam penurunan stunting.
Di tingkat kelurahan/desa ini juga dibentuk Tim Pendamping Keluarga untuk mendampingi keluarga yang di dalamnya teridentifikasi balita stunting atau berpotensi stunting.
Tim pendamping bertugas melakukan deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan pendampingan dan surveilans dengan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan dalam penerimaan bantuan sosial.
Menyadari besarnya tantangan yang dihadapi dalam upaya percepatan penurunan stunting, maka diperlukan upaya kolaborasi yang kuat antara masyarakat dan pemerintah terutama di tingkat lapangan (kelurahan/desa) untuk menjalankan langkah-langkah layanan intervensi stunting.
Masyarakat memiliki peran penting dalam beberapa aspek seperti menjamin ketersediaan dan keamanan pangan di tingkat rumah tangga.