Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Jepang, Melawan Malnutrisi dengan Menu Bergizi di Sekolah

Kompas.com - 16/02/2025, 10:35 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Program makan di sekolah sudah diterapkan di banyak negara untuk menanggulangi kelaparan dan juga bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia jangka panjang. Jepang termasuk dalam negara yang jadi pionir dalam program ini, yang dimulai sejak tahun 1889 dan terus mengalami penyempurnaan.

Program makan bergizi di sekolah di Jepang dimulai di sebuah sekolah di prefektur Yamagata  yang menyediakan makanan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Menu makan siang saat itu terdiri dari nasi, ikan, dan acar sayuran.

Menurut Prof.Naomi Aiba Ph.D, program makan bergizi di sekolah sempat terhenti di masa perang dan dilanjutkan kembali di tahun 1947. Ketika itu UNICEF memberikan bantuan berupa susu untuk meningkatkan status gizi anak. Selang dua tahun kemudian, pemerintah Jepang melembagakan dan membuat undang-undang untuk program ini.

"Di tahun 1975 menu makan siang di sekolah kebanyakan berupa roti dan disajikan dengan sendok garpu. Hal ini menimbulkan masalah karena banyak anak jadi tidak bisa pakai sumpit. Setelah itu menunya diubah, kembali ke nasi sebagai makanan pokok, serta sayur mayur. Siswa pun kembali pakai sumpit," kata Naomi dalam acara seminar ilmiah Shokuiku, Nutrisi dan Edukasi, yang diadakan oleh PT.Yakult Indonesia di Jakarta (13/2).

Baca juga: Prabowo Targetkan 6 Juta Siswa Terima Makan Bergizi Gratis Akhir Juli

Seiring waktu, variasi bahan makanan yang dijadikan makin bertambah dengan lauk-pauk berbagai makanan Jepang menjadi fokus utama.

Penerapan Shokuiku

Tidak berhenti hanya menyajikan makanan, pemerintah Jepang pun menjadikan program makan siang di sekolah sebagai bagian dari pendidikan makanan (Shokuiku) yang mengajarkan anak-anak pentingnya pola makan sehat. Secara resmi UU pendidikan pangan pun disahkan di tahun 2005.

"Banyak menu makan siang anak yang direvisi, selain itu sekolah juga wajib menyediakan guru ahli gizi. Pendidikan makan di sekolah adalah cara agar anak bisa memperoleh pengetahuan tentang pangan dan mengembangkan sikap positif terhadap makanan," urai Naomi.

Di kelas para siswa akan menerima arahan tentang gizi bersama wali kelas. Dengan makan siang bersama di sekolah anak-anak juga dapat mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya di kelas.

Waktu makan siang dianggap sebagai kegiatan belajar dengan durasi 45 menit, sama seperti mata pelajaran lain. Selama 45 menit, tercakup rangkaian makan siang mulai dari persiapan, makan bersama, serta membereskan peralatan dan sampah setelah makan.

Baca juga: Menu Protein dalam MBG Disesuaikan dengan Ketersediaan Wilayah

"Manajemen gizi makan siang sekolah didasarkan pada penelitian 5 tahun sekali, sebagai standarisasi. Guru ahli gizi juga selalu berinovasi. Menu jadi lebih lengkap, yang terdiri dari makanan pokok, makanan lauk pauk, dan sup. Bahan makan yang digunakan berasal dari lokal-tradisional, dan diproduksi di dalam negeri," paparnya.

Porsi makan siang di sekolah dirancang sesuai kelompok usia. Murid juga diajarkan untuk menghabiskan makanannya agar mendapatkan energi dan nutrisi yang dibutuhkannya.

Berkelanjutan di keluarga

Pendidikan pangan tak berhenti di sekolah, tapi sampai ke keluarga. Di Jepang, makan siang di sekolah berlangsung selama 190 hari dalam setahun, sehingga memungkinkan untuk memberikan pembelajaran yang berkelanjutan.

"Namun perlu diingat, makan siang hanyalah satu kali makan dalam sehari. Pengalaman dan pengetahuan di sekolah juga perlu dipraktikkan di rumah," tutur Aiba yang juga seorang peneliti di Institut Kesehatan dan Gizi Nasional, Kanagawa Institute Jepang.

Baca juga: Ahli Gizi: Ulat Sagu dan Belalang Kaya Protein, tapi Perlu Pengolahan Tepat

Sekolah membuat bulletin gizi, serta mengirimkan menu makan siang sekolah selama satu bulan kepada orangtua.

"Ini adalah salah satu cara guru berkomunikasi dengan keluarga, untuk membantu anak dan keluarga menjadi lebih sehat," katanya.

Halaman:
Komentar
di artikel ini tdk disebutkan berapa jumlah murid di jepang yg akan di beri mbg ? apakah seluruh murid dari kindegarden sampai high schoil ? apakah anak orang yg mampu juga di beri mbg ? saring dulu kalau mau buat program, sudah betul blm kl semua siswa mau di kasih mbg.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau